ADAKAH POLITISASI AGAMA?
Posted By Roni Djamaloeddin on February 8, 2020
Sebenarnya, agama itu apa?
Banyak unggahan yang seringkali membuat bingung.
Adakah politisasi dalam kehidupan beragama sehingga banyak pemuka agama saling berebut kebenaran?
Mohon penjelasan …
=====================================
Mohon maaf sebelumnya, kami hanya sak dermo share pemahaman pengalaman dari prosesi meguru kami.
1. Agama itu apa? Bisa disimak pada :
@ronijamal.com/sesungguhnya-agama-itu-untuk-apa/
2. Mengapa banyak unggahan yg membuat bingung?
Kemungkinan latarnya banyak sekali :
– bisa mungkin yang mengunggah belum menguasai tema unggahan, sehingga terkesan mbulet dan membingungkan.
– bisa mungkin yang mengunggah belum menyelami kemampuan/gaya berpikir/daya pemahaman rata-rata pikiran pembaca. Sehingga materi unggahannya jauh dari daya paham pembaca.
– bisa mungkin yang membaca belum menyadari kalau dirinya masih jauh daya pahamnya di bawah pengunggah. Sehingga mudah mengklaim mbulet atau sulit dipahami. Semisal perbandingan daya paham antara SD dan PT.
– bisa mungkin pembaca masih dalam dimensi syareat, sementara tema yg diunggah nyrempet dimensi hakekat.
– bisa mungkin pembaca masih tertutup kaku beku pikirannya, sehingga relatif sulit menerima tulisan pikiran orang lain diluar pemahaman pengalamannya.
– bisa mungkin pembaca terkena penyakit taklid jumud ta’asub, sehingga dengan entengnya berkesimpulan bahwa diluar mahzab aliran golongannya, diprasangka tidak benar.
– dst-dsb.
3. Politisasi pemuka agama? Sangat mungkin adanya.
Namun yang lebih tepat, belum sadarnya pemuka agama bila merasa benar atau berebut kebenaran itu adalah menabrak hukum Tuhan : al haq min Rabbika.
Sangat mungkin pula pemuka agama belum sadar bila dirinya berada dalam jeratan nafsu. Kemudian seakan memaksakan pemahaman pengalamannya. Akhirnya dari luar diprasangka rebut bener.
Dimungkinkan pula pemuka agama belum menyelami hakekat ikhlas dalam mengunggah menyampai sebuah materi/tema. Biasanya ditandai dengan mudahnya mengkritik atau menilai atau mengoreksi kekurangan kelemahan pihak lain.
Yang kemudian ditangkap oleh pembaca sebagai rebut bener.
Sebaliknya, bila pengunggahnya telah paham “ilmu ikhlas”, atau ilmu hakekat atau ajaran hakekat, maka dalam penyampaiannya tidak ada tendensi rebut bener. Menyampaikannya dilatari sak dermo menyampaikan. Sekedar memenuhi kewajiban/perintah : sampaikan walau hanya satu ayat.
Sehingga ketika unggahannya diterima pembaca, tidak menjadikan seneng bangga marem. Tidak gumede ge-er apalagi mbedhodhok dadanya.
Demikian pula ketika unggahannya tidak diterima pembaca, tidak menjadikan susah ngenes nelongso. Juga tidak menjadikan nglokro mutung putus asa.
Malah menjadikan semakin banter koreksi diri perbaiki diri hingga taubatan nasuhanya.
Demikian pula ketika pembaca telah memahami menyelami ajaran/ilmu hakekat. Maka apapun trik/jurus/ dan materi unggahan penyampai, akan bisa diserap sari patinya. Sekalipun sampah, akan bisa diolah dimanfaatkan menjadi berguna.
Dengan sendirinya tidak mudah tidak berani menilai menjustis rebut bener. Sebab diyakini, unggahan itupun adalah usaha mereka dalam menyampaikan perintah walau satu ayat. Perkara katut siliring nafsu atau katut siliring kudrat, biarlah jadi urusan penyampainya dg Yang Maha Kuasa.
_____080220–belajar sak dermo menyampaikan, dalam nderek nyengkuyung bela dan nyandar Guru (Kyai Tanjung).
.

Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.