BELAJAR IKHLAS

Posted By on January 18, 2021

Peribahasa kondang “anjing menggonggong kafilah berlalu” adalah salah satu wujud nyata belajar ikhlas dalam skala sangat kecil.
Yaa…. skala yang sangat kecil. Sebab ada skala berjenjang yang lebih besar, yang tentunya lebih sangat berat dilakukan.

Peribahasa itu menggambarkan bila sedang beramal atau berbuat kebaikan, maka tidak perlu merespon atau menanggapi tudingan miring (cibiran, sinisan, prasangka negatif,…dst) dari manapun. Sebab faktanya, adaaa saja tudingan miring yang menghadang ketika berbuat kebaikan. Yang cari muka laah, pdkt laah, cari suara laah, biar dilihat atasan laah, …dst-dsb.

Bila ternyata gagal menghadang tudingan miring itu, maka bisa dipastikan gagal total lah belajar ikhlasnya. Sebab, bila belajar skala rendah saja gagal, mana mungkin bisa menghadapi skala yang lebih tinggi dan lebih berat.

Belajar ikhlas dalam skala sedang, semisal ketika tangan berbuat kebaikan, tangan kiri tidak melihatnya. Atau seperti ketika “bab”, yang mana sama sekali tidak mengharap limbahnya menjadi emas batangan. Dan seterusnya dan sebagainya, lengkapnya dapat disimak pada : http://ronijamal.com/rasionalisasi-ikhlas/

Sedang belajar ikhlas yang tertinggi adalah mengenali memahami, yang selanjutnya njeguri (menyelami) makna terdalam yang tersirat dalam surat al Ikhlas. Walau tidak memuat ungkapan ikhlas sama sekali, tetapi disebut surat al ikhlas.

Yaitu ketika mampu mewujudnyatakan (makna lanjut dari mengatakan) HUWA itu Yang Ahadiyat. Menyatakan HUWA Yang Maha Wujud. HUWA Yang Maha Ada. Juga Yang Maha Bisa, Yang Maha Punya, Yang Maha menggerakkan, dan Maha Segala-galanya. Selanjutnya bergantung sepenuhnya pada HUWA. Tidak menggantikan sandaran selain HUWA, sebagai tempat bergantung, tempat meminta, dan tempat mengadu.

Karenanya kemudian nafas yang keluar masuk dalam dada, dibelajari dengan keras selalu bebarengan isinya HUWa. Maka disitulah wujud nyata ikhlas itu.

Karena itu, tiada belajar yang lebih tinggi lebih penting dan lebih mulia, selain belajar ikhlas. Yang dilakukan selama nafas masih terkandung badan, minal mahdi ilallahdi.

Dengan prasarat mutlak mencari ilmunya, juga guru yang mengajarinya. Walau sampai ke negeri china, walau sampai luar angkasa, bahkan hingga lintas galaksi.
Sebab, belajar ikhlas itu, tanpa ada ilmu dan guru yang mengajari, mustahil bisa tumbuh dalam dada. Apalagi subur dan lestari dalam membelajarinya.

Tidak bisa dijagaragas diprasangka dikira diduga dari sudut nalar logika. Sebab ia masuk wilayah jangkauannya hatinurani roh hingga rasa. Bangsa halus lembut nyamar di dalam jiwa, yang nyaris tak pernah mendapat sentuhan rasional.

_____251220–belajar sak dermo menyampaikan dalam nderek nyengkuyung mbelo dan nyandar Guru (Romo Kyai Tanjung).

.

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.