IMAM KITA SIAPA?

Posted By on April 15, 2020

Boleh bertanya bapak?
Bab sholat. Sewaktu kita sholat, kita diminta untuk memperhatikan selalu naik turunnya nafas, maksudnya gimana?
Saya juga sering diingatkan untuk tidak salah menghadap kiblat dan berimam.
Sesungguhnya kiblat kita dan imam kita disaat sholat dimana dan siapa inggih..?

====================================

Maksud naik turunnya nafas saat sholat adalah nafas yang masuk dan keluar dibarengi dengan dzikir. Jadi nafas itu ada isinya, ada dzikirnya.

Sedangkan szikir itu tidak hanya pas sholat saja, tapi di semua aktifitas. Sehingga nafasnya kemudian ada maknanya. Semua aktifitasnya jadi bernilai ibadah.

Sebaliknya, ketika nafas itu kosong dari dzikir, tak beda dengan nafasnya kebo sapi. Pah..poh… kosong plong tidak ada maknanya. Begitu petunjuk Guru saya.

Secara syareat, yang disebut kiblat adalah Ka’bah yang ada di Mekah. Karenanya pada saat sholat, kaum muslim semua menghadap ke kiblat.

Secara hakekat, kiblat adalah dadanya sendiri dalam menghadap Tuhan.
Masyrik Maghrib milik Tuhan, dimana tumemen (nderek Guru) disitu akan turun pitulung.

Tuhanlah yang memiliki menguasai Masyrik dan Maghrib. Tiada Tuhan (yang berhak disembah, yang diingat-ingat dalam hati) melainkan Dia (isinya Dzikir, ilmu dzikir).
Maka ambillah/jadikan Dia sebagai pelindung (Al-Muzammil 9).

Lalu, siapa Imam kita siapa?
Simpelnya, Imam kita, yaa Nabi kita, yaa Guru kita, tidak lain adalah Nabi Saw. Berhubung secara fisik jasad Beliau sudah tiada, maka jauh hari sebelum meninggal, Nabi telah mempersiapkan membuat wakil, yang dikenalkan (dipromosikan) dalam berbagai hadits.

Misalnya, hadits yang bunyi atau maknanya (kurang lebih) :

  1. Ana madinatul ‘ilmi wa ‘ali babuha….
  2. Ali dari Ku dan Aku darinya dan Ia adalah Pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggal-ku.
  3. Aku adalah kota hikmah dan Ali adalah pintunya.
  4. Hadits-hadits Ghadir Khum lebih buanyak lagi.

Pengokohan Imam Ali sebagai pemimpin (Imam) kaum muslim, kemudian dilanjutkan oleh para Imam pelanjutnya (sepeninggal Imam Ali). Sebagaimana hadits : ‘Alaikum bisunnati wasunnati khulafaurrasyidin al mahdiyyin (Imam Mahdi).

Jadi, Imam kita, yaa Guru kita adalah para Imam yang telah disabda Nabi Saw sebagai Imam Mahdi. Mengadanya selalu berantai, gilir gumanti hingga kiyamat (praktik nyata Guru secara syareat).

Kemudian secara hakekat, Guru adalah Tuhan sendiri. Tuhanlah mestinya yang mengajari mendidik langsung hambanya.

Berhubung Tuhan tidak akan pernah ngejawantah, maka membuat wakil/rasul/khalifah. Sebagai wujud pangejawantahan : inni ja’ilun filardhi kholiifah.
Dimulai dari Nabi Adam, Idris, Nuh, berantai terus sampai Nabi Saw, berantai terus hingga kiyamat.

Imam Ali menyebut para khalifah itu adalah Imam Zaman.
Barangsiapa ketika hidupnya tidak kenal dengan imam zaman di zamannya, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.

Istilah “tidak kenal dengan Imam Zaman”, bila diperluas diperdalam bisa bermakna tidak itbak (tut wuri), tidak meguru, tidak sujud sebagaimana sujudnya Malaikat dihadapan Adam.

Karenanya, bilamana sampai matinya tidak kenal Imam Zaman, yaa Guru Zaman, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.

Jadi, senyampang nafas masih masuk keluar dari “kayu gung susuhe angin”, senyampang roh belum menceraiberaikan badan, rugi menyesal tak hingga lamanya bila tidak mencari hingga menemukan Imam Hakiki (Imamu Mubin) yang selalu digelar Tuhan, mengada disepanjang zaman. Semoga.

_____150420–belajar sakdermo share pemahaman pengalaman dalam nderek nyengkuyung mbelo dan nyandar Guru (Romo Kyai Tanjung).

.

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.