IMAN DALAM PLURALISME
Posted By Roni Djamaloeddin on March 29, 2020
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabi’in, siapa saja di antara mereka yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan hari Kemudian serta beramal saleh, maka untuk mereka pahala mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran menimpa mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS.2 : 62).
Sungguh merupakan pangejawantahan pluralisme sejati. Apapun nama istilah agamanya, kata kuncinya adalah iman. Jutaan nama agama, komunitas, organisasi, aliran, sekte, mahzab, firqoh, golongan, tak ada artinya dihadapan Tuhan.
Namun iman itu sendiri apa bagaimana, sehingga begitu luar biasa mengatasi (merangkum) semua atas nama agama?
Al Ghozali mengklasifikasi iman menjadi tiga :
- Imannya orang awam (percaya tanpa penalaran logika sama sekali).
- Imannya orang berilmu (percaya yg dilandasi berbagai teori keilmuan).
- Imannya orang ma’rifat (percaya yg dilandasi penyaksian langsung/melihat sendiri).
Saya, memilah iman menjadi dua.
- Imannya orang yg belum berguru (hanya duga-duga, kira-kira, prasangka belaka).
- Imannya orang yg sudah berguru (telah menyaksikan langsung atas apa yg diimani, melalui petunjuk langsung dari Guru).
Sehingga implikasinya, ketika pengiman itu telah melihat secara langsung wujud yang diimani, maka imannya bukan lagi atas dasar cerita orang lain. Imannya bukan atas dasar warisan cerita tulisan buku. Imannya juga bukan warisan dogma nenek moyang.
Oleh karenanya, ketika iman itu telah sampai pada penyaksian langsung atas apa yang diimani, maka istilah/sebutan agama seolah tidak diperlukan lagi. Pemeluknya juga tidak butuh “pengakuan” yang mengatasnamakan agama. Andai disebut majusi, taoi, hindui, kejaweni, gatholocoi, atau apapun namanya, tidak masalah.
Persis dengan kisah makan sesunduk sate. Apapun istilah lain dari sate tersebut, apa itu satay, daging bakar, daging asap, gingkar, dagduk, …dan jutaan nama lainnya tdk penting lagi. Karena rasa telah menyaksikan (merasakan) langsung substansi esensi sate.
___060818–sadermo share pemahaman pengalaman dalam nderek nyengkuyung mbelo nyandar Guru (Kyai Tanjung).
Agar imannya bisa menyaksikan langsung atas apa yg diimani, sehingga hati nurani roh dan rasa mengenal-Nya secara pasti, maka berguru pada Khalifah-Nya. Atau Guru al Wasilata.
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah Al Wasilata (yang bisa mendekatkan diri hingga sampai kepada-Nya), dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” [Al-Maa-idah: 35]
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.