MAGABATHANGA
Posted By Roni Djamaloeddin on December 23, 2019
Bermula dari kalimat “hanacaraka”, ada utusan. Semua manusia didamparkan ke dunia diutus utk “mulih” (pulang) ke asalnya. Menyegera ilaihi raji’un. Bersyai dari shofa ke marwah. Menyegera berjoging dari kampung dunia menuju kampung akherat.
Kemudian “datasawala”. Terjadilah perbedaan pendapat ide penemu gagasan. Beda pendapat tentang visi-misi dunianya. Beda ide dalam agama/keyakinan/mahzab. Terlebih beda pendapat lintas agama–yg notabene sumbernya sama2 dari Tuhan. Beda pendapat di semua lini dan proses kehidupannya.
Prosesi “datasawala” meruncing sampai “padajayanya”. Pada kuate, pada rosane, pada unggule. Pada kuat-rosane olehe nggugu benere dewe, ngalap cukup penemune. Merasa bener atas ilmu pengetahuan ilmu pemahaman ilmu keyakinan yg dimiliki.
Berlanjut terus menuju saling fitnah, saling ejek saling serang. Kemudian perang ide, perang keyakinan, bahkan “perang iman”. Beda pendapat yg menurut Dawuh-Nya adalah rohmat, berubah menjadi “neraka”.
Sampailah pada titik klimaknya, “magabathanga”. Mongko dadi bathang matine. Mati sia-sia dalam keadaan kegubel nafsu. Mati yg tidak bisa mulih ke alam kelanggengan. Mati yg mestinya pintu pulang ila Rabbiha nadhiroh, pulang kepada Tuhan Yg Maha Indah, berbalik menjadi bermuram durja. Susah sengsara getun keduwung tak terkira tak hingga abadan abada. Raganya yg mati, tapi roh dan rasanya pindah ke alam kegelapan alam penasaran.
Akankah kita seperti itu??_______refleksi Rabu Wekasan 2016
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.