MENGUBAH TAKDIR ATAU NASIB?
Posted By Roni Djamaloeddin on August 15, 2021
Internalisasi dari berbagai literatur, takdir adalah ketetapan Tuhan atau ketentuan Tuhan yang telah terjadi pada makhluk. Yang belum terjadi, belum bisa dikatakan takdir. Karenanya, tak seorang pun tahu rahasia takdir.
Sedang nasib adalah ketentuan Tuhan akibat usaha dan perbuatan manusia. Karenanya, manusianya yang menentukan nasibnya. Sebagaimana tersurat dalam Kitab Suci : “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS Ar-Ra’d: 11).
Dari sini, hipotesis yang bisa diambil adalah bahwa taqdir itu wilayah Tuhan. Sedang nasib adalah wilayah manusia.
Oleh karenanya, tidak pantas berkesimpulan bahwa takdir saya begini, menjadi seperti ini.
Juga tidak pantas menyimpulkan memang nasib saya begini seperti ini. Sebab masih ada kesempatan membalajari nasibnya hingga nafas terakhir.
Fakta sederhana, kita sekarang bukan ahli energi. Sehingga tidak mampu mengubah kotoran kita sendiri menjadi energi gas pengganti elpiji. Sementara di tempat lain, kotoran sapi telah mampu dimanfaatkan sebagai pengganti BBG.
Apakah nasib masa depan saya nanti hanya begini, bukan ahli energi?
Jawabnya tergantung kita, mau mengubahnya atau tidak. Dan Tuhan pun bergantung pada manusianya dalam mengubah atau tidaknya.
Hidup adalah pilihan. Mau begini-begini saja, atau berubah sesuai yang diharapkan, tergantung keputusan kita sekarang. Bila mau berusaha mengubah nasib, maka Tuhan akan mengubahnya. Sementara bila tidak mau mengubah, maka Tuhan juga tidak akan mengubah nasib kita.
Tuhan sangat Maha Demokratis. Mau apa, menjadi seperti apa, Tuhan menyerahkan sepenuhnya pilihan itu. Termasuk pilihan beriman atau tidak beriman :
Mau beriman, berimanlah. Mau kafir, kafirlah (Al-Kahfi 29).
Demikian pula ketika fakta sederhana tersebut dimakna lateral menjadi lebih luas. Perihal mati yang sebentar lagi pasti akan kita temui. (http://ronijamal.com/dimudahkan-mati/)
Nasib apa bagaimana nanti saat mati? Apakah bisa pulang masuk akherat?
Atau malah terdampar tersesat di alam gaib lain yang bukan alamnya Tuhan?
(Yakni alam kesesatan, alam penasaran, alamnya jin setan demit tuyul pocong memedi … dlsb.)
Mengubah nasib selamat atau tidak selamat itu mesti dilakukan dari sekarang. Tidak serta merta otomatis, kalau mati itu mesti masuk akherat. Faktanya, banyak pemati yang tidak masuk akhirat.
Sebab mati itu ada ilmunya. Ada pintunya. Ada ahlinya. Ada landasan teori rasionalnya.
Kontra logikanya, mustahil Nabi Saw memberi perintah muutu qabla antamutu (belajarlah mati sebelum mati yang sesungguhnya terjadi) tanpa membuktikan lebih dahulu. Mustahil Beliau memberi perintah tanpa ada teori keilmuan dan ahlinya. (http://ronijamal.com/seri-soal-solusi-mati-sebelum-mati/)
Jadi simpulnya, nasib masa depan pasca kematian nanti, hanya kita yang mampu mengubahnya. Tepatnya hanya kita yang bisa mentargetnya : selamat atau tidak selamat.
Mentarget berikut membelajari mendidiknya dari sekarang. Sebagaimana pitutur luhur pinisepuh : urip nang ndonya ki uruk-uruk nasibe dewe-dewe (hidup di dunia ini membelajari nasibnya sendiri-sendiri).
(http://ronijamal.com/meradikal-nasib/)
Karenanya, tidak boleh gemampang sembrono meremehkan, tidak boleh seenaknya merendahkan membuli maido melecehkan orang lain, apalagi merasa suci (kenul-kenul merasa mlebu suwargo). Sebab yang tampaknya ahli surga, hingga berjarak satu hasta saking dekatnya, bisa berbalik terdampar ke neraka.
_____080821–belajar share pemahaman pengalaman dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).
.
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.