MENJADI SATRIYO JODHIPATI?
Posted By Roni Djamaloeddin on July 2, 2023
Dari berbagai referensi, khususnya terkait cerita pewayangan, Satriyo Jodhipati adalah kesatriya yang memiliki sifat patuh dan jujur memerintah negeri Jodhipati. Satriyo tersebut adalah Werkudara, yang
nama lainnya : Bima, Bimasena, Bratasena, dll.
Dalam studi numerologi, istilah Jodhipati mempunyai makna kepribadian tingkat spiritual tinggi, intuitif, tercerahkan, idealis, pemimpi.
Namun dalam risalah ilmu kemakrifatan (ilmu sangkan paraning dumadi) yang digelar Satriyo Piningit, Satriyo Jodhipati adalah murid yang telah memperoleh ilmu Syathoriyah (istilah Qurannya ilmu dzikir), yang dengan ilmu tersebut berani “nyejo dadi njajal pati” (Jodhipati). (https://ronijamal.com/rasionalisasi-satriyo-piningit/)
Sebagai implikasinya, Satriyo Jodhipati identik dengan murid perguruan (padepokan) ilmu Syathoriyah. Identik
murid perguruan ngelmu sangkan paraning dumadi. Jaman kewalian disanepankan dengan ngelmu kayu gung susuhing angin, ngelmu yang menunjukkan galihe kangkung, ilmu yang menunjukkan rahasianya tapak lumayange kuntul tumebo, …dst-dsb.
Namun masa kekinian, banyak organisasi, aliran, perorangan, ataupun paham tertentu yang mempraktikkan berani mati. Atau mungkin malah nekat menjemput mati. Hal demikian tentunya dilatari niat tekad yang berbeda pula.
Ada yang dilatari pemahaman “jihad” (tanda kutip), membela harkat martabat kerajaan, tuntutan sumpah setia prajurit, membela harga diri laki-laki, …dst-dsb.
Seperti misalnya serangan teroris menabrakkan pesawat ke gedung WTC 2001, kisah bom Bali 2002, pasukan Kamikaze Jepang saat PD II, maupun ribuan tragedi lain yang berakhir kematian pelakunya. Hal tersebut menggambarkan kesiapan ketegaran pelaku menjemput kematian. Atau mungkin sangat rindu berat menjemput surga yang “dijanjikan”.
Lalu, sama atau bedakah antara mereka (pasukan khusus, laskar jihad, aktifis) yang berani mati tersebut dengan Satriyo Jodhipati?
Jawab simpelnya tidak sama. Latar pemikiran yang mendasarinya adalah :
Pertama, menjadi Satriyo Jadhipati tidak harus mengorbankan nyawa bila masih ada cara/langkah bijak yang dijangkau dan ditemukan. Kecuali memang tuntutan keadaan, seperti angkat senjata ikut perang sebagaimana yang dialami Nabi Saw. Namun belajar matinya dalam semua aktifas profesi yang dihadapi. (https://ronijamal.com/seri-soal-solusi-mati-sebelum-mati/)
Kedua, menjadi Satriyo Jodhipati itu ada ilmunya. Ada laku khususnya. Ada guru spitirual yang mendidik mengajarinya. Bukan hanya niat tekad buta tanpa dilatari “ilmu pati”. Sebagaimana perintah Nabi : ‘alaikum bisunnatii… (https://ronijamal.com/bisunnatii/)
Ketiga, Satriyo Jodhipati akan selalu dilestarikan dan diabadikan oleh anak-anak zaman. Walau sangat sedikit keberadaannya, ia bagian dari wilayah hadits : “Islam datang dalam keadaan asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing itu” (HR. Muslim no. 145).
Keempat, Satriyo Jodhipati bukan sekedar cerita masa lalu. Tapi fakta nyata sampai sekarang, khususnya bagi yang mempercayai. Sedang yang tidak percaya keberadaannya, mengaplikasi petunjuk-Nya : lakum dinukum (https://ronijamal.com/lakum-dinukum/). Tidak menyalahkan, dan tidak merasa benar atas pemahaman pengalaman yang dimiliki. Sebab merasa benar adalah menabrak al Haq min Rabbika.
Kelima, goal setting menjadi Satriyo Jodhipati adalah menuju mencapai mati slamet. Ilaihi rooji’una. Dalam istilah lain, illa wa antum muslimun. (https://ronijamal.com/mati-slamet/)
Jadi simpulnya, tertarik tertantangkah kita berkata akulah Satriyo Jodhipati itu?
___200623–belajar olah nalar olah roh olah rasa dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).
.
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.