RASIONALNYA AJARAN SITI JENAR
Posted By Roni Djamaloeddin on January 9, 2022
Ajaran Siti Jenar bagaikan sumber api abadi yang siap membakar siapapun yang menyinggungnya. Tak peduli golongan apapun manapun; ilmuwan, peneliti, akademisi, ulama, kyai, santri, sufi, hingga santri abangan, tak luput membicarakan mengomentarinya.
Ratusan buku mencoba mengupas tuntas ajarannya sesuai pemikiran pemahaman pengalaman penulisnya. Demikian pula grup-grup fb, blok/web, aliran kebatinan, pengaku ahli waris, ataupun pengaku pewaris ilmu/ajarannya, tak pernah sep membincangkannya.
Pada intinya, kesemua bahasannya memuat dua hal, yang setuju dengan ajarannya dan yang menolak karena menganggapnya ajaran sesat.
Bagi saya pribadi, biarlah jutaan versi faham membicarakannya. Biarlah mereka “ngrasani” menurut pahamnya masing-masing. Saya tidak tertarik membicarakannya. Hanya share pengalaman pemahaman, yang telah saya peroleh dari meguru. Kebetulan sama ngelmu batinnya dengan saya. Juga tunggal Guru.
Petunjuk Guru, Siti Jenar awal ceritanya, rusaknya tidak karuan. Rajanya brandal rampok koruptor pembunuh residivis kecu maling madon….dst.
Kemudian suatu ketika (atas ridho maghfirah-NYA) menyadari dan merasakan bahwa perbuatan itu semua dosa besar. Sadar sekali bila perbuatannya melanggar kehendak Tuhan. Lantas dia tobat, menyesal sedalam-dalamnya, dengan cara menangis siang malam di pantai selatan.
Sehingga tobatnya hanya menangis getun yg sangat-sangat mendalam hingga sumsum tulang belakang. Tobat tersebut bertahun-tahun Beliau lakukan, sehingga wujudnya menjadi luur (cacing).
Lha pada saat lain, Sunan Bonang akan membaiat Sunan Kalijogo di tengah laut dengan menaiki perahu/sampan. Setibanya dilaut, perahunya bocor, kemudian menepi. Diambillah tanah pantai untuk nambal dinding yang bocor. Tanpa diketahui Beliau berdua, tanah tambalan perahu tadi “ketutan” luur (Siti Jenar) tadi.
Setelah agak menengah, Sunan Bonang membaiat Sunan Kalijogo. Siti Jenar ikut mendengar yg dibisikkan Sunan Bonang. Beliau berdua langsung ma’rifat (mati sak jeroning ngaurip). Menyatakan muutu qabla anta muutu, dalam beberapa detik.
Setelah tersadarkan kembali, Siti Jenar berkata : aku yoo krungu (weruh). Sunan Bonang kaget, karena sejak awal memang hanya berdua.
Kemudian Beliau bertanya: sopo kowe, nek pancen menungso, wujudo.
Siti Jenar menjawab : pangestunipun. Dalam hitungan detik, Siti Jenar yang semula berwujud luur (cacing) langsung jenggeleg (secara tiba-tiba) wujud lumrah menjadi manusia seperti dulu.
Lha…berhubung sudah pernah ngambah ma’rifat, tapi tidak didasari dengan syareat yang baku, akhirnya Siti Jenar mengajarkan Ilmu Ma’rifat (Ilmu Syathoriyah) yang diperoleh tanpa dengan ajaran syareat yg benar.
Mengajarkan hakekat tanpa syareat.
Akhirnya ajarannya banyak berseberangan dg ajaran Sunan Bonang dan wali songo lainnya.
Kemudian Siti Jenar katimbalan. Didawuhi Gurunya: kowe matio wae, timbange ngrusak tatanan syareat.
Pangestunipun, Siti Jenar menjalankan Dawuh Guru utk mati. Benar-benar mati yang sesungguhnya.
Kemudian Sunan Bonang melepaskan anjing, sambil berkata pada masyarakat luas bahwa Siti Jenar telah berubah menjadi anjing. Maka kemudian dibunuhlah anjing beneran tsb beramai-ramai oleh masyarakat.
———-090118__belajar nderek mbela nyandar Guru (Kyai Tanjung)
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.