REFLEKSI HARI IBU (SYAREAT–HAKEKAT)

Posted By on December 22, 2023

Secara leksikal (makna kamus/KBBI), ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Dengan mengandung sebelumnya dalam rahim selama sembilan bulan sepuluh hari. Karenanya, ibu disini yang dimaksud adalah ibu secara fisik jasmani (ibu lahiriah).

Namun secara hakekat (makna rohaniah), ibu adalah yang melahirkan secara hakekat, yaitu melahirkan secara roh (fitrah manusianya). Sebab tanpa dilahirkan kembali, maka fitrah manusia dalam posisi buta pada Tuhannya. Fitrah manusianya tidak tahu kerajaan Tuhan yang mesti dimasuki, saat kematian nanti.

Sebagaimana dawuh Nabi Isa, dalam Yohanes 3:3 Sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.
Di ayat lain, Yohanes 3:6 Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah Roh.

Istilah dilahirkan kembali, atau kelahiran kedua, atau kelahiran secara roh (fitrah manusianya), pada zaman Nabi Isa (awal tahun masehi) disebut Babtis. Namun enam abad kemudian (saat Nabi Saw diangkat jadi Rasul), istilah Babtis mengalami update menjadi Baiat.

Sebagaimana tersurat dalam Al Fath 10 : Sesungguhnya orang-orang yang melakukan Baiat (menyatakan sumpah janji setia) kepada-mu (Muhammad Saw dan atau para pelanjut tugas fungsi kerasulan), sesungguhnya mereka berbaiat langsung kepada Allah. (https://ronijamal.com/rasionalisme-baiat/)

Setelah melakukan Baiat, telah dilahirkan kembali secara roh (secara fitrah), Tuhan mengetahui apa yang ada dalam hatinya (ada dzikir atau tidak). Baru kemudian Tuhan menurunkan ketenangan dalam hatinya dan kemenangan.

Sebagaimana tersurat dalam Al Fath 18 : “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin yang melakukan baiat (menyatakan sumpah janji setia) kepada-mu (Muhammad Saw dan atau para pelanjut tugas fungsi kerasulan) di bawah pohon (didalam pohon/ilmu kehidupan), maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat”.

Jadi, refleksi mendalam atas peringatan Hari Ibu secara nasional, diantaranya :
Pertama, kontemplasi (renungan) mendalam sejauh mana telah berbakti kepada ibu secara fisik (lahiriah) yang telah melahirkan kita. Sejauh mana pula telah membahagiakan ibu.

Kedua, selalu mendoakan memohonkan ampun pada Tuhan, baik ketika ibu sudah meninggal atau masih sehat. Hal demikian adalah wujud manifestasi sebagai anak yang berbakti terhadap orang tuanya.

Ketiga, bertafakkur mendalam perihal kelahiran kedua, sudahkah kita dilahirkan yang kedua secara roh (fitrah manusia)?
Bila sudah, maka tinggal memperkuat daya mancat mulih ke akherat (ilaihi rojiuna). Dan memperdalam masuk dalam kerajaan Tuhan.

Bila belum dilahirkan, maka mencari hingga ketemu Ibu hakekat yang akan melahirkan kita secara roh (fitrah manusia). Sebab bila belum terlahir kedua, maka roh (fitrah manusia) dalam keadaan buta pada kerajaan Tuhan. Buta pada akherat. Yang implikasinya, menjalani kehidupan dunia dengan dada sesak lagi sempit, seolah-olah sedang mendaki langit. Kemudian dijauhkan dari ketenangan dan kemenangan (melawan nafsunya sendiri).

___221223–refleksi hari Ibu Nasional dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung)

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.