REKAYASA NASIB?

Posted By on April 12, 2023

Ada benarnya kata penulis F. Scott Fitzgerald (AS):
“Entah Anda berpikir – atau orang lain harus berpikir untuk Anda dan mengambil alih kekuasaan dari Anda, memutarbalikkan dan mendisiplinkan selera alami Anda, beradab dan mensterilkan Anda.”

Ada benarnya pula kata pepatah Latin:
“Homo homini lupus est”, manusia adalah serigala bagi manusia lain. Serigala yang dalam makna, tega menerkam memangsa sesamanya.

Kedua kalimat tersebut seolah merupakan implikasi lanjut hukum nasib : “Sesungguhnya Tuhan tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d: 11).

Sehingga ketika kita tidak berpikir, maka orang lain yang akan memikirkan kita. Bisa mungkin akan mendisiplinkan, mengatur, menguasai, bahkan mensterilkan kita. Atau yang sangat tragis, “memangsa” kita.

Kata kuncinya ada di pikiran kita. Pikiran yang aktif atau pasif. Pikiran yang ambisi atau pikiran yang santai. Pikiran yang tertutup linier atau pikiran yang lateral.
Pikiran yang mencerahkan atau menggelapkan.

Sampai Tuhan sendiri menyerahkan nasib masa depan manusia pada manusianya sendiri. Kuncinya juga ada pada pikiran. Terbuka pecah cerahnya akal nalar.

Jadi, disitulah nilai urgennya rekayasa nasib. Eksplorasi akal nalar dan pembelajaran nasib diri yang hanya diri sendiri yang bisa mengubah dan menjalaninya. Nasib diri di masa depan yang ditentukan dari sekarang.

Oleh karenanya, tidak pantas bila berkesimpulan bahwa nasib saya yaa begini ini, seperti ini. Usaha apapun untuk mengubahnya, seakan tidak ada perubahan yang signifikan. Sebab kalimat tersebut adalah cerminan sikap putus asa. Yang dalam ayat-Nya dinyatakan : walain kafartum inna ‘adzabi lasyadid.

Pada sudut pandang sisi kehidupan lain mengatakan hidup adalah pilihan. Mau begini-begini saja, atau berubah sesuai yang diharapkan, tergantung keputusan masing-masing. Bila mau berusaha mengubah nasib, maka Tuhan akan mengubahnya. Sementara bila tidak mau mengubah, maka Tuhan juga tidak akan mengubah nasib kita.

Fakta nyata sekarang, kita bukan ahli energi, bukan ahli nuklir. Maka selamanya pula tidak akan pernah menjadi ahli energi, ahli nuklir. Bila tidak belajar keras dari sekarang. Bila tidak mengubah nasib masa depan dari sekarang.

Tuhan sangat Maha Demokratis. Mau apa, menjadi seperti apa, Tuhan menyerahkan sepenuhnya pilihan itu. Termasuk pilihan beriman atau tidak beriman :
“Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa ingin kafir biarlah ia kafir” (Al-Kahfi 29).

Demikian pula ketika fakta sederhana tersebut diterjemah lateral menjadi lebih luas, adalah wilayah kebijakan masing-masing. Semisal perihal mati yang sebentar lagi pasti akan kita temui. Yaa….sebentar lagi. (https://ronijamal.com/dimudahkan-mati/)

Nasib apa bagaimana nanti saat mati? Apakah bisa pulang masuk akherat?
Atau malah terdampar tersesat di alam gaib lain yang bukan alamnya Tuhan?
(Yakni alam kesesatan, alam penasaran, alamnya jin setan demit tuyul pocong memedi … dlsb). Menuntut pecah cerahnya akal nalar, menuntut rekayasa nasib dari sekarang.

Mentarget nasib masa depan selamat atau tidak selamat, mesti dilakukan dari sekarang. Tidak bisa diprasangka otomatis bila mati itu mesti masuk akherat. Fakta ginaibnya, buanyak sekali pemati-pemati yang tidak masuk akhirat.

Sebab mati itu ada ilmunya. Ada pintunya. Ada ahlinya. Ada landasan teori rasionalnya.

Kontra logikanya, mustahil Nabi Saw memberi perintah muutu qabla antamutu (belajarlah mati sebelum mati yang sesungguhnya terjadi) tanpa membuktikan lebih dahulu. Mustahil Beliau memberi perintah tanpa ada teori keilmuan dan ahlinya. (https://ronijamal.com/seri-soal-solusi-mati-sebelum-mati/)

Jadi simpulnya, nasib masa depan sangat membutuhkan rekayasa dari sekarang. Bisa, menguasai, bahkan menjadi ahli nuklir sangat butuh rekayasa dari sekarang. Demikian pula perihal mati yang pasti dijumpai sebentar lagi, sangat butuh rekayasa nasib dari sekarang.

Mentarget berikut membelajari mendidiknya dari sekarang. Sebagaimana pitutur luhur pinisepuh : urip nang ndonya ki uruk-uruk nasibe dewe-dewe (hidup di dunia ini membelajari mengajari nasibnya sendiri-sendiri).
(https://ronijamal.com/meradikal-nasib/)

Karenanya, tidak boleh gemampang sembrono meremehkan, tidak boleh seenaknya merendahkan membuli maido melecehkan orang lain. Apalagi merasa suci (kenul-kenul merasa mlebu suwargo). Sebab yang tampaknya ahli surga, hingga berjarak satu hasta saking dekatnya, bisa berbalik terdampar ke neraka. Pun sebaliknya, semuanya ada pada genggaman Tuhan.

_____120423–belajar share pemahaman pengalaman dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).

.

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.