SAUDARA (SEDULUR) SEPEMAHAMAN
Posted By Roni Djamaloeddin on November 20, 2017
Kadang saya merasa miris, memahami pemahaman mereka bahwa yg disebut saudara (dulur) adalah mereka yang sekandung saja. Diluar saudara sekandungnya adalah benar-benar orang lain. Akibatnya kemudian saling cuek, acuh, bahkan tutup mata tutup rasa pada mereka yang bukan tunggal kandungnya.
Kadang saya geli sendiri, mengikuti pemahaman mereka bahwa yang dikatakan saudara adalah mereka yang semahdzab atau sealiran atau sepadepokan saja. Kemudian dengan gampangnya mencibir, mencemooh, dan menyalahkan orang lain diluar mahdzab-alirannya.
Kadang saya merasa prihatin dan ngelus dada sendiri, menyelami pemahaman mereka bahwa yang dikatakan saudara adalah mereka yang seagama saja. Diluar penganut agamanya adalah orang lain yang salah besar bin sesat yang jauh. Sehingga dengan mudahnya memvonis manusia lain diluar agamanya adalah tersesat, dosa besar, bahkan kafir.
Gambaran ketiga macam saudara di atas dapat dihipotesiskan bahwa yang disebut saudara (sedulur) adalah saudara sepemahaman masing-masing. Di luar jangkauan pemahamannya adalah orang lain. Tidak ada korelasi sedikitpun, dan tidak ada kepentingannya sama sekali.
Kasihan sekali pemahaman yang cupet, sempit, binti picik seperti itu. Tidak mampu atau bahkan tidak ada upaya sama sekali membongkar memahami menghayati fenomena “Ummatan Wahidah”. Bahkan tragisnya, makna “Ummatan Wahidah” diplintir dan diperbudak menurut pemahamannya masing-masing.
Bisakah-mampukah kecerdasan logika membongkar dan mencerahkan potensi nalar rasional yang terjajah ego nafsunya?
Pemahaman dan pengalaman saya, “Ummatan Wahidah” adalah ummat yg satu. Satu wadah, satu asal usul, dan satu fitrah. Sama-sama fitrahnya dari Dzat Yang Maha Fitrah.
Karenanya, semua manusia adalah saudara tunggal fitrah. Dulur sefitrah. Didamparkan “dibuang” di alam pacoban (alam dunia) karena akan diuji oleh-NYA. Diuji karena telah berlaku sombong, berani menerima (menantang) amanah-NYA, yang awalnya amanah tersebut ditawarkan pada bumi langit gunung. Dan mereka semuanya menolak (tidak berani menerima) amanah tersebut. Namun manusia yg tdk ditawari amanah ujug-ujug (secara spontan) bersedia menerima.
Kesediaan menerima amanah tersebut kemudian nyatanya tidak dipuji oleh-NYA, tapi malah divonis “dzaluman jahula”. Dzolim kejam lagi bodoh.
Kemudian apa implikasi dari pengakuan “Saudara Tunggal Fitrah” tersebut?
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.