SHOLAT KHUSYUK?

Posted By on February 27, 2021

Banyak tokoh mendefinisikan sholat khusyuk seperti ini seperti itu, biarlah.
Banyak pula pemikir yang othak-athik gathuk mathuk perihalnya, boleh boleh saja. Terlebih, banyak yang anut grubyuk, ikut paham A B C D..Z, tanpa dibarengi penalaran yang rasional, adalah hak asasi mereka. Semuanya tidak perlu dipermasalahkan.

Yang jadi masalah itu, benar yang hakekatnya adalah milik Tuhan, al Haq min Rabbika, diprasangka berdasar pemikiran pemahaman pengalaman manusia. Sehingga berani menjustis khusyuk yang benar adalah begini. Yang begitu salah, begono juga salah. Memprihatinkan sekali. Menggasab hak Tuhan namanya.

Sedikit pemahaman pengalaman berguru, sholat adalah liidzikri. Ashsholatu liidzikrii. Sholat adalah untuk mengingat-ingat AKU. AKU yang pemilik asmaul husna. AKU yang juga disebut-sebut manusia dengan jutaan nama istilah panggilan. AKU yang lebih dekat dari urat lehernya sendiri. Aku yang lebih dekat dari nafas dan jantungnya sendiri.

Instrumen untuk mengingat AKU adalah hati. Bukan otak, akal pikiran, atapun penalaran.
Sedang AKU-nya yang mana?
Perintah-NYA dengan tegas : fas-alu ahladzdzikri inkuntum laata’lamuuna. Bertanyalah (bergurulah) pada ahli dzikir bila tidak tahu apa bagaimana dzikir itu.

Implikasi logisnya, tanpa bertanya pada ahli dzikir, maka tidak akan pernah tahu apa bagaimana dzikir itu. Sedang ahli dzikir adalah hamba pilihan Tuhan, sekaligus Khalifah-NYA, yang hati nuraninya maqam pada dzikir. Dibuat Tuhan memang demikian. Tidak pernah lepas atau lupa atau lengah dari dzikir walau satu detik. Jadi hati nuraninya manggon (ngomah, berumah) pada dzikir.

Permisalan yang nyaris sama dengan ahli dzikir adalah ahli kubur. Manusia yang maqam di dalam kubur. Tidak pernah lepas dari kubur walau satu detik. Sebab bila lepas dari kubur, walau sepersekian detik, namanya bukan ahli kubur lagi. Tapi berubah nama sebutannya menjadi demit hantu pocong…dlsb.

Sehingga karenanya, ketika ilmu dzikir sudah diketahui dengan pasti, maka sholat khusyuk sangat mungkin bisa dirasakan. Namun tidak otomatis bisa khusyuk walau sudah punya isinya dzikir. Sebab hati nurani masih perlu belajar sangat serius sangat keras agar bisa khusyuk.

Terlanjur kalah fungsi kalah dominan oleh hati sanubari. Yang semenjak kecil hati sanubari default dalam dada manusia. Dan sangat jarang pula yang menyadari keberadaan hati nurani.

Terus kemudian, mengapa masih melanglang buana saat sholat?
Jawab pastinya adalah karena hati nurani kosong dari ilmu dzikir.

Namun bila punya ilmu dzikirnya, punya alat untuk meredam mengendalikan nafsu dan pikirannya, maka bisa segera kembali dalam dzikir lagi. Tidak lagi nggladrah yang sampai jaaauuuh. Juga tergantung kecerdasan nurani dalam membelajari diri, mendidik diri ajeg istiqomah dalam dzikir.

Kemudian apa bedanya antara dzikir (ingat) dengan konsentrasi dalam sholat?
Kalau dzikir itu yang diingat-ingat adalah Sang Pemilik asmaul husna. Karena itu harus ditanyakan (digurukan) pada ahlinya.
Sedang konsentrasi adalah perkara jumlah urutan gerakannya, bacaan² pada masing² gerakan, jumlah rekaatnya, serta perkara lahiriah lainnya.

Kemudian apa bedanya pula antara dzikir dan wirid?
Sekali lagi, berkah hikmah dari pengalaman berguru.
Dzikir adalah perkara hati mengingat Wujud Tuhan (yang bisa diketahui setelah : fas-alu ahladzdzikri).
Wirid adalah perkara mengingat/menyebut Istilah/Nama/Sebutan pada Tuhan (asmaul husna).

Lha … terkadang, antara dzikir dan wirid digebyah dianggap sama. Yaa… biarlah. Resiko ditanggung masing-masing. Mau belajar monggo, tidak belajar juga monggo.

Petunjuk Tuhan sudah jelas :
Mau beriman, silakan.
Mau kafir, juga silakan (Kahfi 29).

Diferensialnya (turunan kalimatnya):
Mau belajar ilmu dzikir, silakan.
Tidak belajar, juga silakan.
Belajar sholat khusyuk, silakan.
Berpuas bangga atas pemahaman yang dimiliki sekarang, juga silakan.

Sebagai gambaran fakta nyata sholat khusyuk adalah sebagaimana yg dicontohkan Imam Ali, saat sholat tidak merasakan sakit ketika anak panah dicabut dari kaki Beliau. Karena alam rasa Beliau maqam pada dzikir. Tidak lagi maqam pada jasad.

Juga pengalaman Syaih Makdum Ibrahim, yang tidak lagi mendengar bonangnya ditabuh (dibunyikan) ketika sholat. Yang kemudian disebut dg istilah Sunan Bonang.

_____250221–belajar sadermo share pemahaman pengalaman dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).

.

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.