MENCERDASKAN HATI NURANI
Posted By Roni Djamaloeddin on May 19, 2010
“Agar hati tenang dan hidup tenteram, banyak-banyaklah berdzikir disertai sabar dan syukur”. Demikian salah satu nasehat AA Gym dalam bukunya “Meraih bening hati dengan manajemen qolbu”. Sebuah model nasehat yang belakangan populer dengan istilah “Manajemen Qolbu”.
Model nasehat tersebut dapat dianggap sebagai cikal bakal “pendidikan hati nurani”. Alasannya, ia merupakan trobosan pemikiran baru yang cukup brilian. Sekaligus sebagai sebuah strategi untuk meraih hati yang bening. Disamping karena “langka”-nya pemikir maupun penulis yang membahas tentangnya.
Namun demikian, kiranya, sistematikanya perlu “disempurnakan”. Semisal definisi hati yang “bening” itu bagaimana, spesifikasinya, maupun pencerdasannya. Sebab, bila gambaran subyek, obyek kerja maupun targetnya belum dapat diketahui secara pasti, “mustahil” kiranya dapat meraih hati yang bening.
Sedang kenyataannya, sampai saat ini, belum ada ilmu pengetahuan yang secara ilmiah dapat mengungkap spesifikasinya. Al-Quran pun tidak menyebutkan secara pasti seluk beluknya secara detail. Sebagaimana tidak dijelaskannya secara detail keberadaan otak, jenis, dan spesifikasinya–walau belakangan pengetahuan tentang otak berkembang pesat, bisa menjelaskan otak kanan, otak kiri, otak spiritual, spesifikasinya, tugas teknisnya, dan lain sebagainya.
Sementara Nabi SAW sendiri memberikan gambaran secara global, bahwa ada satu gumpal darah yang sangat menentukan baik buruknya seseorang (dihadapan Tuhan). Bila gumpalan darah tersebut baik, maka baiklah seluruh tubuhnya (lahir batinnya). Sebaliknya bila rusak, maka rusaklah semuanya. (Gumpalan darah tersebut adalah hati.)
Walaupun demikian, bukan berarti tidak ada ilmu yang membahas tentang hati. Melainkan ia telah ada, digeluti dan dilestarikan oleh para praktisi tasawuf (sebagaimana pula pengalaman penulis). Di tanah Jawa dipakai dan dikembangkan oleh para “Wali Sanga”. Ilmunya, dapat disebut ilmu tasawuf, ilmu hakekat, ilmu “pintunya mati” (Pikiran Rakyat, 02-08-03) dan banyak istilah lainnya.
Seperti misalnya pengalaman Imam Al-Ghozali–maupun para tokoh sufistik yang lain–yang ditulis dalam buku “Ihya ‘Ulumuddin”. walaupun yang disajikan dalam bentuk sederhana, tidak seluas ilmunya, mengingat wilayah/jangkauan hati yang berada di luar jangkauan otak. dan, memerlukan praktek/pengalaman yang langsung, bukan hanya sekedar teori/wacana.
Hati Yang Bening
Hati yang bening (dalam pandangan tasawuf) adalah hati yang berjalan sebagaimana fungsi utamanya, dzikrullah. Hanya untuk mengingat-ingat Dzat yang asma-Nya Allah (bukan mengingat-ingat nama/istilah/sebutan-nya). Siang malam. Baik ketika berdiri duduk dan berbaring, bekerja berumah tangga maupun menjalani aktifitas lainnya. apalagi ketika beribadah kepada-Nya. Bahkan, tidur pun istikomah dalam dzikirnya. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi SAW: tidurlah mataku jangan tidur hatiku.
Sebaliknya, dalam hati yang bening, selain Dzat-Nya, sudah keluar dari dalamnya. Hatinya tidak lagi untuk mengingat-ingat hal-hal dunia; anak, istri, harta, pekerjaan, jabatan, politik, ekonomi, maupun berjuta istilah lainnya. Walaupun secara lahir tetap sebagaimana lumrahnya manusia berdunia, bekerja berumah tangga bermasyarakat bernegara. Tetapi hatinya tidak lagi bertempat di dunia. Melainkan maqam pada dzikir. Istiqomah dalam menjalani sholat “daim”.
Dengan sendirinya, bebas (bersih) dari segala macam penyakitnya : iri, dengki, ujub, sum’ah, riya, sombong, tinggi hati, pamrih hal-hal duniawi (mengharap imbalan, pujian dan penghargaan) maupun pamrih hal-hal ukhrawi (mengharap pahala, ingin surga dan takut neraka). Serta bebas (bersih) dari istilah hati lainnya : pegel, jibeg, susah, bungah, bahagia, sengsara, kecewa, bangga, dan seterusnya.
Seperti yang dicontohkan Nabi SAW, dimana, saking beningnya dalam mendzikiri Dzat-Nya, beliau tidak kenal lagi yang namanya pegel jibeg susah bungah, dihina dilecehkan dilempari kotoran bahkan dibawah ancaman pedang. Tidak terbesit lagi was-was–baik dari bangsa jin dan bangsa manusia–gundah gulana, apalagi khawatir mati.
Demikian halnya yang dipraktekkan Sayidina Ali ra, yang tidak merasakan sakit ketika anak panah yang menancap di tubuhnya dicabut pada saat sholat. Sunan Bonang yang merasa masih belum sholat, jika masih mendengar suara bonangnya (alat musik gamelan, Jawa) dibunyikan saat menunaikan sholat. Atau ungkapan cinta Rabi’ah Al-‘Addawiyyah kepada Tuhannya “jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakar aku dalam neraka. Jika aku menyembah-Mu dengan mengharap surga, haram dia bagiku”.
Ketiganya menggambarkan refleksi hati yang bening dalam mendzikiri Dzat Al-Ghaib-Nya. Telah bisa menyingkirkan rasa-rasa dunia maupun segala jenisnya dari dada (yang memang seharusnya tidak diingat-ingat dan disingkirkan jauh-jauh). Tenggelam dalam lautan indahnya mendzikiri Dzat Yang Maha Indah.
Spesifikasi dan Pencerdasannya
Sebagaimana klasifikasi otak yang terdiri otak kanan dan otak kiri, beserta pembagian spesifikasi masing-masing, hati dapat dibedakan menjadi dua : hati sanubari dan hati nurani.
Hati sanubari disebut juga lahmun sanubari. Letaknya dua jari dibawah payudara kiri, menempel pada rusuk terakhir. Merupakan markasnya nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Nafsu amarah dengan bala tentara : senang berlebihan, royal, angah-angah, hura-hura, jor-joran (lomba kekayaan), serakah, iri, dengki, dendam, membenci, bodoh, tidak tahu kewajiban, sombong, tinggi hati, senang menuruti syahwat dan suka marah-marah. Sedang nafsu lawwamah tentaranya : serakah, enggan, acuh, senang memuji diri, pamer, senang mencari aibnya orang lain, senang menganiaya, dusta, tidak peduli dengan kebenaran mutlak-Nya, pura-pura tidak tahu kewajiban, arogan, memandang diri lebih dari lainnya, suka mencari kesalahan orang lain, berlebihan dan bersenang-senang, dan mengumbar hawa nafsu.
Sedangkan hati nurani, nama lengkapnya qalbun nuraniyun latifun Rabbaniyun. Hati tempat mengalirnya nur Cahaya Tuhan. Adalah hati yang dibuat Tuhan dari cahaya “Nur Muhammad” (Cahaya Terpuji-Nya Dzat Yang Mutlak Wujud-Nya). Letaknya ditengah-tengah dada. Tandanya detak jantung. Disebut juga dengan hati jantung.
Hati ini adalah wujud lembut yang dibangsakan gaib dan tidak bisa dilihat mata kepala. Cita-cita dan tujuannya hanyalah untuk seyakinnya mengenali dan mengetahui Diri Ilahi. Yang selanjutnya diingat-ingat dan dihayati dimana saja kapan saja dan sedang apa saja.
Merupakan markasnya nafsu radhiyah, nafsu mardhiyah dan nafsu kamilah. Nafsu radhiyah dengan tentara : pribadi yang mulia, zuhud, ikhlas, wira’i, riyadhah dan menepati janji. Nafsu mardhiyah dengan tentara : bagusnya budi pekerti, bersih dari segala dosa makhluk, rela menghilangkan kegelapannya makhluk, senang mengajak dan memberi pepadang kepada ruhnya makhluk. Dan nafsu kamilah yang tentaranya : ilmu yakin, ‘ainul yakin dan hakkul yakin.
Kedua hati tersebut “tidak mungkin” berfungsi secara bersama. Sebagaimana ketentuan-Nya, “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya” (Q.S. 33:4). Jelasnya, kalau hati sanubari yang berfungsi, maka hati nurani akan tenggelam. Sebaliknya, bila hati nurani yang berfungsi, maka hati sanubarinya yang akan tenggelam.
Sedang kenyataannya, mayoritas manusia dikuasai oleh hati sanubarinya (dijajah hawa nafsunya). Oleh karenanya, Nabi Saw bersabda bahwa perang melawan hawa nafsu merupakan perang yang terbesar. Melebihi besarnya perang-perang di dunia yang selama ini pernah ada, sekalipun perang antar planet/galaksi (apalagi perang nuklir) yang bisa menghancurkan bumi ini. Sebab, perang melawan nafsu, urusannya berlanjut sampai di akherat dengan resiko–yang baik maupun yang buruk–bisa berlipat berjuta-juta. Sedang perang dunia, selesai tiada perkara.
Untuk memfungsikan hati nurani–berikut pencerdasannya, langkah pertamanya adalah diberi ilmu dzikir. Caranya dengan “digurukan” kepada ahlinya, yaitu ahli dzikir. Memenuhi perintah-Nya “…fas-alu ahladzdzikkri inkuntum laa ta’lamuuna“ (Q.S. 21:7), tanyakanlah kepada ahli dzikir bila kamu tidak mengetahui bagaimana caranya berdzikir. Sebab, tanpa kesediaan bertanya kepada yang diahlikan oleh Tuhan, maka upaya pencerdasan tersebut “mustahil” dapat tercapai. Relevan dengan sabda Nabi SAW “bila suatu perkara tidak ditanyakan kepada ahlinya, tunggulah kehancurannya”.
Kedua, mengabadikan ilmu dzikirnya dalam dada bersamaan dengan keluar masuk nafas. Memenuhi dan menjalankan segala petunjuk, perintah maupun teladan sang pemberi ilmunya. Sebab tidak mungkin hati nurani menjadi cerdas (dalam mendzikiri Diri Ilahi, dan menafikan wujud selain Wujud-Nya) bila tidak berusaha sekeras-kerasnya melatih dan menjalankan berbagai latihan yang telah ditentukan. (Sebagaimana pula otak yang tidak mungkin menjadi pandai bila tidak sungguh-sungguh dalam melatihnya dengan latihan yang keras).
Sebab, godaan yang datang dari dalam–hati sanubari dan segenap bala tentaranya–tidak akan pernah berhenti. Didukung godaan dari luar berupa setan dan iblis yang telah bersumpah akan menyeret semua manusia menjadi balanya di neraka.
Ketiga, selalu bersandar (bertawakkal) pada Dzat Yang Mahakuasa. Sebab, bagaimanapun kerasnya usaha hamba, ujung-ujungnya hanya pada kekuasaan-Nya. Manusia berusaha Tuhan yang menentukan segalanya. Sebab, “barang siapa yang diberi hidayah oleh Allah, maka dialah orang yang mendapat hidayah; dan barang siapa yang disesatkan, maka kamu sama sekali tidak akan mendapatkan baginya Waliyyan Mursyida (seorang pemimpin yang dapat memberikan petunjuk hingga bertemu kepada-nya)” (Q.S.18:17).
Ketiga langkah tersebut, secara teoritis maupun praktis, merupakan cara “mencerdaskan hati nurani”. Namun, teori hanyalah sekedar teori bila tidak diikuti dengan langkah pasti. Sebagaimana yang telah penulis alami dan rasakan sendiri kebenarannya. Wallahu a’lam.
pencarian:
,mencerdaskan hatiComments
3 Responses to “MENCERDASKAN HATI NURANI”
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.
semoga hati ini selalu cerdas dalam menjalankan segala amarNya dibawah bimbingan Rasul utusanNya….amin….
[Reply]
semoga hati kita selalu di bimbibing pada jalan yang lurus….amin
[Reply]
semoga hati kita selalu di bimbibing pada jalan yang lurus….amin
[Reply]