Posted By Roni Djamaloeddin on November 29, 2024
Sanjungan menghancurkan? Yaa, betul. Sebab sanjungan membuat tersanjungnya bangga marem puas diri. Tanpa disadari menghentikan potensi luar biasa ditempat pemahaman pengalaman yang dialami (dirasakan). Akibatnya, akal nalar tidak berkembang. Alias mati suri ditempatnya.
Sanjungan adalah apresiasi dari orang lain yang indah menyenangkan membanggakan. Namun, ia juga memabukkan menjerumuskan. Rasanya nikmat sesaat bagai madu, namun sesungguhnya racun yang mematikan. Mematikan potensi diri yang mestinya bisa berkembang jauh tinggi.
Baca Selengkapnya »
Kategori: Artikel |
No Comments »
Posted By Roni Djamaloeddin on September 20, 2024
………………………
Jamaah Jumat yang berbahagia.
Anugerah Tuhan yang namanya hikmah bijaksana, tidak datang dengan tiba-tiba. Ia perlu dijemput kedatangannya. Ia perlu dibelajari dengan sungguh-sungguh. Sebab menjadi manusia bijaksana tidak mungkin datang tiba-tiba.
Sedikitnya empat hal yang menjadi prasarat menuju manusia cerdas dan bijaksana.
Pertama, mempunyai wawasan luas yang didukung ketrampilan berpikir. Seperti ketrampilan berpikir linier, berpikir paralel, berpikir holistik, berpikir konstruktif, berpikir lateral, berpikir merancang, maupun berbagai model berpikir lainnya. Berbagai pemahaman dan ketrampilan berpikir itu pun perlu dibangun dan diasah dengan baik. Sebab menjadi trampil dalam suatu bidang tertentu, mesti diiringi dengan latihan yang intensif.
Selanjutnya dapat disimak pada http://ronijamal.com/wp-content/uploads/2024/09/Belajar-Cerdas-dan-Bijaksana.pdf
Kategori: Khutbah Jum'at |
No Comments »
Posted By Roni Djamaloeddin on August 17, 2024
Petunjuk Guru kami, klasifikasi Iman dalam tinjauan khos (ilmu hakekat, Ilmu Dzikir) ada 2.
1. Al mu’minatu ‘ala mu’minatin.
Imannya orang mukmin ”ingatase” orang mukmin. Yaitu imannya orang mukmin yang sepenuh hati mempercayai keberadaan Rasul. Mempercayai keberadaannya di muka bumi yang tidak pernah terputus, gilir gumanti sejak dari Nabi Adam hingga kiyamat. Mempercayai bahwa Tuhan tidak akan menampakkan Diri di muka bumi, maka mewakilkan sepenuhnya kepada hamba yang dikasihi-Nya (dari bangsa malaikat dan manusia) untuk mulang wuruk manusia. Mempercayai keberadaan Rasul periode sekarang dan periode yang akan datang berdasar sinyal-sinyal atau ciri khusus yang telah diberikan Tuhan.
Baca Selengkapnya »
Kategori: Grand Idea |
No Comments »
Posted By Roni Djamaloeddin on August 16, 2024
Kalimat introspektif “Sudah puluhan tahun melaksanakan sholat, tapi belum bisa merasakan nikmatinya sholat, apa ada yang salah dalam sholat?”, selayaknya jadi PR abadi akal penalaran. Sebab faktanya, memang sangat jauh dari apa yang dicontohkan pada Imam Ali, atau Sunan Bonang.
Beliau merasakan nikmatnya sholat. Merasakan nikmatnya ashsholatu lidzikri. Merasakan nikmatnya menghayati dan merasakan isinya (ilmu) dzikir. Sehingga rasanya tidak merasakan sakit ketika anak panah dicabut dari kaki Beliau.
Baca Selengkapnya »
Kategori: Artikel |
No Comments »
Posted By Roni Djamaloeddin on July 30, 2024
Benar merasa (ngrumangsani) benar, derajadnya (disisi Tuhan) lebih hina/asor dari pada salah mau merasa (gelem ngrumangsani) salah.
Logisnya ??
Baca Selengkapnya »
Kategori: Artikel |
No Comments »
Posted By Roni Djamaloeddin on July 27, 2024
Melepas keakuan? Sangat mungkin bisa.
Kuncinya :
Pertama, ittiba’ Rasulullah dalam empat dimensi sekaligus. Ittiba’ jasadiahnya, ittiba’ hatinya, ittiba’ rohnya, dan ittiba’ rasanya (unsur dasar manusia). Termaktub dalam perintah : udkhulu fissilmi kaaffatan.
(https://ronijamal.com/islam-kaaffah/)
Kedua, ittiba’ dalam hal bergurunya. Sebelum diangkat jadi Rasul, Nabi Saw ketika muda berguru pada gurunya (Nabi/Rasul sebelumnya). Sedang ilmu yang digurui adalah ilmu Sab’a Tharaiqa (al Mukminun 17). (https://ronijamal.com/7-buah-jalan/)
Baca Selengkapnya »
Kategori: Artikel, Seri Solusi |
No Comments »
Posted By Roni Djamaloeddin on July 27, 2024
Qaidah 1
“Sokongan dan bantuan dari lain orang, baru diterima jika tidak mengikat lahir ataupun batin dan capailah rasa jiwa “hurriyah tammah” (=jiwa yang merdeka sejati). Menggantungkan diri kepada lain orang dijauhi benar-benar, ingatlah Yadul ulya aula min yadissufla artinya: “Tangan yang diatas itu lebih mulya dari tangan yang dibawah”. Tegasnya memberi itu lebih mulya dari pada meminta.
Qaidah 2.
Pimpinan pendidikan yang ditakuti harus dijauhi, yakni sedapat mungkin jangan dijalankan, sedang pimpinan yang dicintai dibiasakan. Ingatlah: pengaruh pendidikan berdasarkan mahabbah (= kecintaan) itu lebih besar dan lebih mendalam dari pada pengaruh pendidikan yang pimpinannya ditakuti. Oleh karenanya maka: “Rasa kekeluargaan diperkokoh dan dipererat”.
Baca Selengkapnya »
Kategori: Mutiara Bijak |
No Comments »
Posted By Roni Djamaloeddin on July 21, 2024
Menagih, apapun bentuk yang ditagih (hutang, janji, pelayanan, dst) adalah hak masing-masing. Namun pada situasi kondisi tertentu, hak ini bisa berubah menjadi kewajiban. Kewajiban dalam arti mengingatkan dari tindakan dosa yang berkelanjutan.
Tidak menagih pun, juga boleh-boleh saja. Adalah hak masing-masing pula. Namun biasanya, tidak menagih ini dilakukan karena saking jengkelnya menagih tapi diacuhkan. Atau karena hubungan keluarga, tidak tega menagih sehingga mengikhlaskan. Atau bosan menagih, tapi mendoakan buruk.
Baca Selengkapnya »
Kategori: Artikel, GaDo-2 |
No Comments »
Posted By Roni Djamaloeddin on July 15, 2024
Sadar itu apa, bila dicari pada mesin pencari, ditemukan definisi yang banyak sekali. Namun hampir semuanya mempunyai konotasi yang mirip sama. Perihal kesadaran diri, kesadaran hati, kesadaran jiwa, dlsb.
Dalam konteks sederhana, sadar adalah terjaga. Terjaga pikirannya, terjaga jiwanya. Alias tidak tertidur, tidak dalam gangguan ingatan, dan tidak dalam tekanan maupun pengaruh luar. Sesederhana itukah?
Baca Selengkapnya »
Kategori: Artikel |
No Comments »
Posted By Roni Djamaloeddin on July 2, 2024
Alasan paling sederhana mengapa susah berbuat baik adalah karena kurang terbiasa melakukan kebaikan itu. Sebab ketika telah terbiasa melakukan sejak kecil, maka berbuat baik menjadi ringan dilakukan.
Alasan sederhana, lemahnya pendidikan pembiasaan dari orang tua semenjak kecil. Sebab ketika sudah remaja baru dilakukan pembiasaan kebaikan, akan sulit dilakukan.
Baca Selengkapnya »
Kategori: Artikel |
No Comments »