BAHAGIA SEJATI?
Posted By Roni Djamaloeddin on June 27, 2021
Memang, bahagia bisa didefinisi dari berbagai sudut pandang persepsi dan pengalaman. Berbagai literatur, pendapat para pakar, hingga jutaan tampilan google, mewarnai keanekaragaman definisinya.
Dalam perspektif lain, bahagia tak perlu definisi. Semisal yang lagi kasmaran. Mereka menghayal betapa bahagianya bisa duduk di pelaminan dengan pujaannya.
Namun, ketika benar-benar sampai di pelaminan, menikmati indah bahagianya honeymoon, akankah merasakan bahagia yang sejati?
Belum tentu. Sangat mungkin hanya sementara. Bahkan bisa jadi nyaris mustahil. Sebab, semisal pasangannya diambil mendadak oleh Yang Maha Maha Punya, maka sirnalah kebahagiaan itu. Berganti dengan susah sedih sakit hati nelangsa tak karuan.
Itu membuktikan bila bahagia bukan semata-mata dari sudut pandang pengalaman. Juga bukan dari sudut fisik materi. Sebab ketika materi yang menjadi sudut pandangnya, maka disaat materi hilang dari kepemilikan, yang terjadi adalah bertolak belakang dari esensi bahagia.
Lantas, dimana titik bahagia sejati?
Pengalaman meguru mengatakan bila bahagia sejati itu bukan perkara fisik materi. Juga bukan perkara roh. Tapi perkara fitrah manusianya (rasa). Yaitu menyatunya fitrah manusianya dengan Dzat Yang Maha Fitrah. Menyatunya rasa dengan Dzat Yang Maha Rasa.
Istilah lainnya, rasa yang maqam (bertempat tinggal) pada tupoksinya. Merasa-rasakan mengadanya Dzat Yang Maha Wujud. Dengan sendirinya bebas merdeka dari merasa-rasakan dunia. Bebas merdeka dari semua akon-akonnya, juga berbagai situasi hati pada dunia.
Sehingga praktisnya, ketika sedang menikmati bulan madu pun, rasa hatinya tidak ikut merasakan nikmat senangnya jadi temanten baru. Nikmatnya orgasme pun, tak menggusur nikmatnya dzikri liidzatillah, tenggelam dalam Cahaya-NYA.
Hal demikian karena rasa hatinya mabuk kepayang menyelami nikmatnya : hanya dengan berdzikir, hati menjadi tentram (damai tenang bahagia di dalam Tuhan)…Ar Ra’du 28.
Disitulah bahagia sejati itu. Rasa yang tenggelam dalam ‘Arofah Tuhan. Rasa yang sirna di dalam Cahaya-NYA. Sirnanya aku di dalam Yang Maha Aku. Bagaikan setetes air di gurun, yang cemplung menyatu lagi dengan air samudra.
Disitulah islamnya rasa itu. Rasa yang ngambah maqam makrifat. (http://ronijamal.com/islam-kaaffah/)
Bisa dilewati karena mendapat tarikan rahmat dan fadhal Tuhan semata.
Setelah sebelumnya melewati islamnya roh. (http://ronijamal.com/martabat-roh). Buah manfaat atau telah melewati islamnya hati. (http://ronijamal.com/hati-yang-islam)
Jadi simpulnya, titik bahagia sejati adalah rasa yang hanya merasakan hakekat Yang Sejatinya Wujud. Rasa yang bebas merdeka dari merasakan dunia. Bebas merdeka dari merasakan akon-akon (kumantil kepemilikan) dunia.
Namun bila ternyata berbeda dengan pemahaman pengalaman Jenengan, monggo…. Itu sangat mungkin terjadi. Hamung belajar sadermo menyampaikan.
_____210621–belajar olah nalar olah roh olah rasa dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).
.
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.