Posted By Roni Djamaloeddin on August 2, 2020

Memang benar bila memiliki tunggangan yang makin mahal itu menjadikan pemiliknya makin bergengsi. Makin tinggi harga diri. Makin besar ego. Makin pede bergaya. …dst-dsb.

Namun sejatinya, dengan makin mahal, makin tinggi harga diri, makin besar ego, makin bergaya, adalah makin menyiksa pemiliknya. Makin membelenggu, makin menjajah, makin menyusahkan fitrah jati dirinya.

Kok bisa?
Sebab fitrah diri, yang awalnya (ketika masih di alam arwah/ alam fitrah/ alam dzar) hanya merasakan nikmatnya indahnya Dzat Yang Maha Fitrah. Kemudian setelah terlahir di dunia dipaksa harus merasakan gengsi ego harga diri. Menjauh semakin jauhnya dari merasakan nikmatnya Dzat Yang Maha Fitrah. Yaa Dzat Yang Maha Sempurna.

Disitulah rahasianya ketika menyelami : “Katakanlah wahai Muhammad apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang tidak berilmu”. (QS. Az Zumar: 9).

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya? (QS. Al Jatsiyah 23).

Namun, dibalik yang mahal menyiksa, ada tunggangan yang “murah melengah”. Yaa….murahnya terlalu amat sangat, namun sangat membuat lengah penunggangnya.

Murahnya tak dapat dihitung dengan nilai uang. Triliun biliun tak bisa menggantikan murahnya.

Tunggangan itu adalah jasad atau raga kita. Pemberian (atau bisa dimaknai pinjaman) yang amat sangat mahamurah, yang mampu mengantar melayani penunggangnya bisa pulang kembali pada Dzat Yang Menciptakan.

Sekaligus sebagai tunggangan yang hebat super canggih dan sempurna. Bisa menembus langit tujuh sap. Karena dilengkapi disempurnakan dengan tujuh macam nafsu. Nafsu amarah, lawwamah, mulhimah, muthmainnah, radiyah, mardiyah, dan kamilah.

Namun, dibalik kecanggihannya juga kesempurnaannya, justru membuat lengah penunggangnya. Menjadi tak berdaya karena kehebatannya.

Penyebabnya, karena otak akal nalarnya tidak mampu. Tidak dilatih. Tidak dipaksa berpikir melangit membumi. Dan secara default dikuasai nafsunya sendiri.

.

Categories: GaDo-2
Tags: