Posted By Roni Djamaloeddin on May 9, 2020

Menjumpai foto kayak gini, “kereto jowo roda menungso”, langsung trataban batinku. Walaupun hanya foto, tak tahu siapa yang didalamnya, otomatis mak dieg sesaat. Entah mengapa, kok rasa “super kaget” itu otomatis muncul.

Jantung serasa terhenti sementara. Ampeg seseg rasanya. Terus uleng-ulengan ide pikiran hayalan perasaan membayangkan… dan sejenisnya.

Bayangan pikiran perasaan yang kemudian muncul :

1. Aku pasti akan begitu. Entah beberapa hari, bulan, tahun kedepan, pasti mengalami seperti itu. Karena itu, aku harus belajar dari Guruku, perihal “mati sebelum mati yang sebenarnya”.

2. Belajar mati itu belajar mengajegkan nurani ingat isinya Dzikir. Belajar menafikan diri, menafikan wujud selain Wujud-Nya. Sekaligus belajar mengitsbatkan isinya makna kalimat Toyyibah.

3. Belajar mati itu bisa dilakukan dengan mengumpulkan atau melengkapkan tertibnya syareat dan hakekat. Sama maknanya dengan meniti jalan shirothol mustaqim : dzohiruhu syareat wa batinuhu hakekat.

4. Munculnya mak tratab, mak dieg, harus aku tepis dengan cara silem dalam isinya ilmu dzikir. Sebab trataban itu merupakan tanda bila aku masih labil, goyah menyikapi menjalani kahanan. Mestinya istikomah dan damai dalam “alaa bidzikkrillah” itu bisa mengatasi segala keadaan duniawi.

5. Mak tratab yang spontan itu karena rasa takut yang berlebihan bila mati saya nanti tidak slamet. Alias mati kesasar, tidak bisa masuk (mulih) ke akherat.

Sebab faktanya, sangat banyak saudara tunggal fitrah yang matinya tidak slamet. Jasadnya mati, tapi manusianya pindah alam. Masuk ke alam penasaran, atau alam kegelapan, atau alamnya jin demit setan gendruwo makhluk gentayangan lainnya.

_____090520, belajar share dan sparing pemahaman pengalaman, dalam nderek nyengkuyung mbelo dan nyandar Guru (Romo Kyai Tanjung).

.

Categories: Artikel
Tags: