Posted By Roni Djamaloeddin on February 21, 2013

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa. (QS.43:67).

Makna lateralku:
Orang-orang yang bertaqwa itu tidak menjadikan musuhnya (yang mulanya teman akrabnya) layaknya sebagai “musuh”.
Melainkan, menjadikannya sebagai sarana/lahan/medan/garapan untuk me-Mahasucikan Diri-Nya, pemecut sabarnya, dan pemacu deple-deplenya pada Yang Maha membolak-balikkan hatinya hamba. (Sebab bila tdk berusaha keras untuk hati-hati, deple-deple, dan sumende, kemungkinannya bisa-bisa dibalik oleh-Nya seperti halnya [yang dialami] si “musuh” tersebut).

Tapi…, mana ada yaa, yang terlanjur dan terjebak menganggap musuh, kemudian mengubah persepsinya menjadi sesuatu yg sangat bermanfaat..?

Penganggapan menjadi musuh, kemungkinannya memang bisa lenyap, bila persepsi adanya musuh itu dikikis sedikit demi sedikit (dimujahadahi) hingga sirna nyelup dalam siliring qudrat-Nya. Hal demikian tentunya kembali pada manusianya. Sejauh sekuat mana jihadul akbarnya dalam memerangi nafsu memusuhi yang ada dalam hatinya. Juga, perlu kombinasi harmonis antara niat, tekad, semangat, usaha keras dan yang paling menentukan: tarikan rahmat dan fadhal-Nya.

Kepentingan yang abadi pun juga demikian (karena semua manusia pasti mempunyai kepentingan abadi), perlu penghayatan dan pengrasaan yang mendalam, jernih, dan tuntas.
Sebab, bila tidak ngati-ngati lan waspada, yang terjadi justru sebaliknya, kepentingan abadi yang terboyong/katut siliring nafsu–yg tentunya tidak sekehendak dengan Kersa-Nya.

Nilai-nilai tafakkurnya: mengapa bisa terjadi, yang semula teman akrab berbalik menjadi musuh?
Siapa yang mengubahnya, manusianya sendiri atau Tuhan Yang Maha Kuasa?

pencarian:

Categories: GaDo-2
Tags: