BERHENTI DEBAT?

Posted By on September 16, 2020

Tolong gmn caranya
biar saya berhenti
berdebat dengan
orang bodoh.

—-+++—-+++—-+++—-+++—-+++—-+++

Istilah debat itu saja boleh dikata bodoh.
Sebab, debat itu menandakan sedang “berkelahi pikiran” dengan orang lain.
Atau sedang mengadu ide gagasan dengan orang lain.
Atau sedang adu benar, mencari benar, yang hanya mengumpulkan data pembenar.
Atau sedang menuruti ego-emo, yang tentu saja jauh dari sabar jihad mengalahkan hawa nafsu.

Bilamana ingin lepas dari bodoh, hilangi kosa kata debat itu.
Ganti dengan pencerahan, musyawarah, diskusi bijak, banyak mengalah, nglenggono lapang dada, sejuk menyejukkan, …dst.

Juga perlu menyadari sedalamnya bahwa :
Perbedaan adalah rahmat.
Perbedaan adalah bencana.

Sebab yang mampu mengunduh rahmatnya adalah yang mendapat rahmat dari Rabb.
Sedang yang mengunduh bencananya adalah yang tidak mendapat rahmat dari Rabb.
“Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang yang dirahmati Rabbmu” (Hud: 118-119).

Karenanya, Sabda Nabi (Dawuh Guru) :
“Janganlah kalian berselisih sebagaimana orang-orang sebelum kalian yang telah berselisih, sehingga kalian binasa sebagaimana mereka telah binasa”.

Perbedaan/perselisihan itu terjadi semenjak Nabi Adam. Sedang masa sebelumnya, justru lebih parah. Karena watak manusia suka membuat kerusakan dan pertumpahan darah.

Perselisihan antara Qobil dan Habil, berakhir bencana (pembunuhan).
Perbedaan paham Irak Iran, mengakibatkan bencana perang yang bertahun-tahun.
Perbedaan pandangan keimamahan kekhalifahan (Imam Mahdi, Imam Zaman) atau rantai silsilah kepelanjutan Guru al Wasilata (Guru Wasithah), berakhir bencana pembunuhan Karbala (salah satunya).

Peristiwa di Aceh, yg disebut-sebut sebagai serambi Mekah–tempat bersinggah ilmu ma’rifat/ilmu Nubuwah yang asalnya dari Mekah–juga terjadi bencana (pembakaran kitab-kitab). Ini terjadi karena perbedaan paham kepelanjutan/kepenerusan Imam Mahdi (Imam Zaman). Serta masih jutaan bencana akibat perbedaan perselisihan paham–debat bentuk halus.

Kemudian, yang mana / bagaimana yang dikatakan mendapat rahmat dari perbedaan (debat)?
Mereka adalah :

  1. “Ora rumongso bener dewe” (tidak merasa paling benar) atas pemahaman pengalaman peyakinan yang dimiliki. Sebab memahami meyakini bahwa “benar merasa benar, derajadnya disisi Tuhan ‘luwih asor’ (lebih hina) dibanding salah mau mengakui salah”.
  2. Ketika diposisi benar, kemudian disalahkan, maka bersabar lapang dada nglenggono.
    Mengitbak sikap watak pribadi Nabi yang ketika disalahkan dan dianggap gila, menyikapi dengan sabar lapang dada. Menyadari sepenuhnya bila mereka belum mengerti dan belum mendapat hidayah dari-NYA.
  3. Mampu mengendalikan egois emosi ketika perselisihan melanda menerjangnya. Yaitu dengan berpegang kuat atau silem (menyelam) dalam isinya Ilmu Dzikir, yang diperoleh dari yang berhak dan sah menunjukkannya.

Jadi simpulnya, jauhi kosakata debat bila bertekad bebas lepas dari kebodohan. Yaa…bebas lepas dari kebodohannya hati dan jiwa.

_________170920–belajar tafakkur mendalam dan share pemahaman pengalaman, dalam nderek nyengkuyung bela dan nyandar Guru (Romo Kyai Tanjung).

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.