BIJAK MENAGIH

Posted By on July 21, 2024

Menagih, apapun bentuk yang ditagih (hutang, janji, pelayanan, dst) adalah hak masing-masing. Namun pada situasi kondisi tertentu, hak ini bisa berubah menjadi kewajiban. Kewajiban dalam arti mengingatkan dari tindakan dosa yang berkelanjutan.

Tidak menagih pun, juga boleh-boleh saja. Adalah hak masing-masing pula. Namun biasanya, tidak menagih ini dilakukan karena saking jengkelnya menagih tapi diacuhkan. Atau karena hubungan keluarga, tidak tega menagih sehingga mengikhlaskan. Atau bosan menagih, tapi mendoakan buruk.

Namun demikian, antara menagih dan tidak menagih, mesti diambil sisi paling bijaknya. Semisal dari sisi kemanusiaan, sisi paseduluran (persaudaraan), sisi masa depan akherat, sisi belajar sadermo, dan lain sebagainya.

Sebaliknya, mencoba ikhlas dengan tidak menagih, tapi dalam hati mendoakan biar kecemplung neroko, jelas tidak bijaksana. Sebab ada nafsu buruk didalamnya.

Menagih/tidak dari sisi kemanusiaan. Yaitu didasari rasa belas kasihan. Kasihan dalam maksud tidak tega (mesakke) bila mereka sampai harus menanggung resiko yang luar biasa berat-dahsyat di kemudian hari. Sebab, andai semisal pinjaman hanya seribu rupiah. Kemudian sampai meninggal belum terlunasi, (karena lupa, tidak ada yang mengingatkan, atau sebab lain) maka kelak di akherat bisa berlipat ganda menjadi jutaan-trilyunan. Belum lagi bonus azab siksa yang nggegirisi.

Menagih/tidak dari sisi paseduluran (persaudaraan). Perkara tagih menagih pada saudara dekat (sekandung, senasab) biasanya ada unsur ewuh pakewuh (tidak enak perasaan). Karenanya perlu ditegasi dengan ijab kabul yang jelas.

Karena diawalnya juga ada ijab kabul yang jelas, hutang untuk ini itu, maka perlu diakhiri dengan ijab kabul yang jelas pula. Semisal, piutang yang dulu jumlahnya sekian, saya niatkan untuk bantu sekolah/keperluan anak-anakmu.

Menagih/tidak dari sisi masa depan akherat. Yaitu didasari kesadaran bahwa terbelit (kegubel) hutang itu menjadikan hati kemrungsung, sulit lapang dada, dan sulit istikomah dalam berdzikir. Maka ketika menagih atau mengikhlaskan dalam rangka membantu penghutang padang jembar hatinya. Dengan sendirinya sedikit banyak membantu masa depan akheratnya.

Menagih/tidak dari sisi sadermo. Ketika menagih diniatkan belajar sadermo. Yaitu bila ditanggapi diterima dengan biasa. Tidak ditanggapi juga diterima dengan biasa. Tidak senang ketika diterima, tidak susah ketika tidak diterima. Tidak larut dalam materi, tetapi justru belajar menafikannya.

Sadermo menjalankan kewajiban mengingatkan. Sebab ketika tidak menjalani kewajiban, yang ditakuti justru butiran dosa. Membiarkan penghutang terjerumus dalam dosa, maka otomatis pelaku pembiaran ikut mengunduh dosanya pula.

Namun sebaliknya, bila diingatkan berkali-kali tidak mempan, bahkan terkesan menantang, tidak mau diingatkan, justru lari dari tanggung jawab, maka dijadikan sarana belajar lapang dada, menafikannya. Latihan membuktikan innashsholati wanusuki wamahyaya….dst. Sholatku ibadahku hidupku matiku hartaku …dll yang menempel padaku adalah milik Tuhan untuk Tuhan.

Mengapa ketika milik-Nya diambil Yang Maha Punya, melalui jutaan cara-Nya, saya kok tidak terima. Tertawa kecil, menertawakan diri, adalah bagian tindak belajar bijaksana.

___160724–belajar istikomah tumakninah nderek Guru (Romo Kyai Tanjung)

.

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.