MEMBELA TAUHID

Posted By on September 5, 2019

Jargon “Membela Tauhid”, telah terjadi disorientasi antara teori, praktis, maupun substansinya. Hal demikian dg jelas dapat dicermati dari maraknya berbagai demo, keras runyamnya perselisihan, hingga saling tantang dengan “pedang-kata” tajamnya.

Mestinya, sebagaimana yg dicontohkan suri tauladan umat sak jagad (Khalifah/Wakil/Utusan-Nya), tauhid itu tetap istikomah membumi di dalam dada, ketika jiwa raga dihantam berbagai suram terjalnya kehidupan, badai, tsunami, fitnah, hinaan, provokasi, dan semacamnya.

Contohnya, ketika Nabi Saw dituduh menyebarkan ajaran baru, melecehkan agama nenek moyang, bahkan diprasangka edan gila dengan ajaran barunya, Beliau hadapi dengan dingin. Tidak sampai mengusik ketenangan kedamaian hati Beliau. Sebab hati nurani Beliau istikomah dalam membela menegakkan bahkan memancarkan tauhid.

Secara teori, tauhid merupakan istilah dari bahasa arab wahhada-yuwahhidu yang artinya menjadikan “sesuatu” satu saja.
Secara syar’i, tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sembahan yang benar, dan selalu diingat-ingat dalam hati.

Secara praktis, tauhid adalah memposisikan dan menjadikan hati (nurani) berada pada satu titik konsentrasi. Yaitu hanya Satu yang diingat-ingat. Hanya Satu yang dijadikan tujuan. Hanya Satu yang digandrungi dan dicintai.
Karenanya mesti kenal pasti Dzat Yang Maha Satu. Yaa…Dzat Yang Maha Wujud.

Jelasnya, ketika jiwa raga menjalani kerja atau lakon atau dep-colotnya masing-masing, hati nurani tetap (istikomah, kontinyu) dalam mengingat-ingat Wujud Yang Maha Satu.
Sehingga ketika jasad mobat mabit, bahkan “munyer seser” seperti gasingan, hati tidak ikut “umyeg seser”. Hati tidak hanyut pada polahnya jasad. Juga tidak hanyut (kanthil) pada wujud yg dihadapi dan dikerjakan.

Mengapa bisa demikian?
Karena hati nurani telah gondelan, bahkan maqam di substansinya Tauhid. Hati nurani telah pandai cerdas dan maqam ilmu dzikir (isinya dzikir, yaa ilmu Tauhid).
Hati nurani telah mapan istikomah menjalani Dawuh Guru.

Jadi simpulnya :
1. Menegakkan tauhid itu mengajegkan hati nurani ingat (eling) Dzat Yang Maha Wujud.
2. Membela tauhid itu membela memperjuangkan hati nurani maqam pada tupoksinya (ingat Isinya Dzikir, yaa ilmu Dzikir, yaa ilmu Tauhid) dengan memerangi kridanya pasukan hati sanubari (iri drengki marah emosi tersinggung sombong …dst).
3. Bagiku tauhidku, bagimu tauhidmu.
Masing-masing diri bertanggung jawab langsung pada Dzat Yang Maha Tauhid.
Bukan bertanggung jawab pada kyai/ulama/syaih/tokoh yg diikuti dan ditawaduki.

_____061118–Sadermo share pemahaman pengalaman peyakinan, belajar membumikan tauhid pada jagad sughro, prihatin merenung mendalam pada malam Rabu Wekasan 1440H, dalam nderek nyengkuyung mbela dan nyandar Guru (Kyai Tanjung).

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.