MENGAPA MERASA PINTAR?
Posted By Roni Djamaloeddin on December 11, 2020
Bismillahirrohmanirrohim
Haqiqatnya manusia ga
bisa apa². Tapi mengapa
kita merasa bisa
Merasa pintar sendiri
—-+++—–+++—–+++—–+++—–+++—-
Bicara hakekat atau ilmu hakekat, adalah wilayah kebenaran yang milik Tuhan. Jadi rahasia-NYA. Dan itu ada ilmu khususnya. Tidak bisa dijagaragas (duga² kira² prasangka) dengan akal nalar.
Sehingga, bilamana belum punya ilmunya, yaa tidak akan nyambung apa itu hakekat dari sesuatu. Termasuk hakekatnya manusia yang tidak bisa apa-apa. Tapi seringnya ngaku bisa apa-apa. Juga ngaku merasa pintar sendiri.
Lalu, dimana rasionalnya?
Analogi sederhana, aktifis/praktisi kacang atom, bahkan produsernya, selamanya tidak akan bisa membuat bom atom, selama tidak belajar teori atom. Juga tidak sekolah super khusus perihal bom atom.
Seseorang tidak akan pernah bisa membawa F-16 selama tidak belajar ilmu penerbangan dan belajar super ekstra berat mendapatkan lisensi khusus untuk menerbangkannya.
Terlebih ilmu hakekat, yang wilayah garapnya ada di batin. Yaitu di kedalaman hati nurani, kedalaman roh, hingga rasa. Sangat lembut, samar, dan diluar garapan akal nalar rasional.
Saking lembut halusnya, juga saking bahayanya, sebagaimana hadist nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah :
“Aku telah hafal dari Rasulillah dua macam ilmu, pertama ialah ilmu yang aku dianjurkan untuk menyebarluaskan kepada sekalian manusia yaitu Ilmu Syariat. Dan yang kedua ialah ilmu yang aku tidak diperintahkan untuk menyebarluaskan kepada manusia yaitu Ilmu yang seperti “Hai’atil Maknun”. Maka apabila ilmu ini aku sebarluaskan niscaya engkau sekalian memotong leherku (engkau menghalalkan darahku). (HR. Thabrani).
Dengan demikian, nilai-nilai rasional mengapa seseorang merasa bisa, merasa pintar, yang selanjutnya menata membelajari diri adalah :
1. Fakta nyata hati yang masih bodoh. (http://ronijamal.com/bodoh-itu/).
Bodoh karena belum punya atau belum membelajari diri dengan ilmu hakekat. Karenanya, selama tidak belajar (meguru) ilmu hakekat, maka bisa dikatakan PASTI punya merasa pintar.
2. Sudah punya ilmu hakekat, tidak otomatis bisa membebaskan diri dari watak sifat merasa pintar. Butuh belajar keras yang sangat³ serius. Juga harus dibarengi dengan jihadul akbar. Sebab yang namanya nafsu itu selamanya tidak mau diajak mendekat pada Tuhan. Sifatnya selalu membantah pada kebenaran. Dan wujudnya yang gelap menggelapkan hati nurani roh hingga rasa.
Ibarat mahasiswa yang diterima di fakultas kedokteran. Maka tidak otomatis membuat si mahasiswa tersebut menjadi dokter. Masih butuh perjuangan belajar sangat keras memenuhi petunjuk dosen pembimbingnya.
3. Mengubah merasa pintar menjadi merasa tidak pintar, juga merasa tidak bisa apa-apa, adalah wilayah garapan hati nurani, kedalam lagi merupakan garapan roh. Atau simpelnya adalah pekerjaan batin.
Sedang wujud fisiknya, otak akal nalarnya, tetap harus dilatih dipaksa pintar dan cerdas. Sebab Tuhan murka pada manusia yang tidak gunakan akal nalarnya (Yunus 100).
4. Pintar cerdasnya otak berbeda secara diametral dengan pintar cerdasnya hati. Karenanya perlu dimengerti dipahami diselami dengan sabar dan tawakkal, yang selanjutnya dibelajari hingga nafas terakhir.
5. Belajar menuju hati yang pintar dan cerdas, mensyaratmutlakkan patuh tunduk pada Guru spiritual. Berlaku seperti orang buta yang berjalan di tepi jurang, harus patuh tunduk sepenuhnya pada guru spiritual yang membimbingnya. Beda pendapat, apalagi berani membantah sedikitpun, bisa langsung jatuh ke jurang.
6. Hati yang merasa tidak pintar, juga merasa tidak bisa apa-apa, adalah refleksi hati yang telah Islam. Atau hati yang telah lulus menjalani tugas pokok fungsinya. (http://ronijamal.com/hati-yang-islam/). Walaupun secara fisik cerdas brillian seperti superhebatnya tokoh penemu (ilmuwan) dunia.
7. Kuncinya adalah nyandar. Nyandar pada Guru yang menunjukkan ilmu hakekat.
_____031220–belajar istiqomah tumakninah nderek nyandar Guru (Romo Kyai Tanjung).
.
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.