PEMIMPIN ZAMAN HANGADIL
Posted By Roni Djamaloeddin on August 13, 2020
Petunjuk aguru-guru (risalahnya para Imam Zaman yg gilir gumanti tidak pernah putus), bahwa pada zaman hangadil nanti, seseorang itu gelem (mau) menjabat jadi presiden menteri bupati pejabat pemerintah, karena saking takutnya pada perintah Gurunya. Takut kesiku (kuwalat kena karma) bila tdk menjalankan perintah Guru (untuk jadi pemimpin).
Andai disuruh memilih, lebih memilih jadi rakyat biasa. Tidak mau memilih diri (macung) jadi pemimpin. Sekalipun iming-iming dengan gaji buanyak, milyaran misalnya. Pada zaman itu, jabatan tidak menarik sama sekali.
Pemimpin zaman itu (zaman hangadil nanti), adalah pemimpin yg “bodho”. Bodho dalam arti pemimpin yg tidak mau mencalonkan dirinya jadi pemimpin. Bodho tidak mau dan tidak butuh jabatan. Butuhnya hanya seneng dzikir, senang bebarengan “tunggal tujuan” mendekat hingga sampai pada-NYA.
Bodho dalam arti lainnya, merasa dirinya sangat bodoh tidak bisa apa-apa. Karenanya merasa sangat tidak layak menjadi pemimpin. Sehingga sama sekali tidak berani “macung” (mencalonkan diri) jadi pemimpin. Walaupun secara praktis keseharian, secara lahiriyahnya (dimungkinkan) sangat cerdas. Namun dalam hatinya merasa sangat bodoh tidak tahu apa-apa, tidak bisa apa-apa.
Disebut zaman hangadil, karena semua warganya, baik yang memimpin maupun yg dipimpin pandai cerdas bin bijak mengadili diri sendiri. Dalam hatinya kelet dengan Yang Maha Adil, karena punya ilmu kenal pasti Dzat Yang Maha Adil.
Karenanya kemudian yang dilihat dan yang dikritisi adalah kekurangan diri, kesalahan diri. Tidak berani sama sekali melihat (nyawang) kekurangan kesalahan orang lain. Takut dosa kualat perintah Gurunya.
Andai terpaksa melihat kekurangan pemimpinnya, semata-mata karena dilatari keprihatinan kepedulian demi kemajuan bersama. Sekaligus memberi menawarkan solusi cerdasnya dengan sejuk dan rendah hati demi kemajuan bangsa. Bukan atas dasar serik iri drengki pamrih jabatan.
Sekali lagi, itu kondisi zaman hangadil nanti. Entah berapa tahun lagi, wallahu a’lam.
Bila diperbandingkan dengan zaman sekarang, sangat jauh sekali bedanya. Bagaikan jauhnya timur dan barat. Tidak akan pernah ketemu. Bahkan akal pikiran pun tidak gaduk (tidak sanggup menjangkau menjelajahnya).
Zaman sekarang, menurut penglihatan para winasis waskita (sesepuh pinisepuh zaman dulu), sedang proses menuju goro-goro. Proses penghancuran “para hati” yang dikuasai serik iri drengki srei, dan tidak butuh kenal tidak butuh kembali pada Tuhannya. Dibarengi dengan konsolidasi alam yang berupa aneka bencana di darat laut udara jagad maya hingga lintas planet.
Hal demikian karena merupakan Sunnatul Awwalin-Nya :
“Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kalian dan mengganti (kalian) dengan makhluk yang baru, dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah (QS. Ibrahim 20).
_____140818–sadermo share pemahaman pengalaman dalam prihatin nderek nyengkuyung mbelo nyandar Guru (Romo Kyai Tanjung).
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.