RASIONALISASI MOKSA
Posted By Roni Djamaloeddin on April 13, 2021
Dalam berbagai literatur, moksa dimaknai (kurang lebih) kebahagiaan yang tertinggi atau pelepasan. Ia bisa diperoleh melalui kesadaran “Sang Diri”. Diri yang dituju, juga diri yang menuju. Kesadaran “Diri” ini kuncinya.
Bila dinalar secara rasional, kebahagiaan tertinggi itu mengadanya hanya disisi Tuhan. Tiada kebahagiaan lain yang melebihi bahagia disisi-NYA. Bahagianya honeymoon, punya pabrik mobil-uang, jadi presidennya dunia, maupun jutaan kebahagiaan dunia lainnya, tak sebanding sama sekali bila disejajarkan kebahagian disisi-NYA.
Implikasi mencapai bahagianya, adalah melalui pelepasan. Yaitu melepas segala kesenangan kebahagiaan yang sifatnya duniawi. Juga melepas kebahagiaan yang datangnya dari nafsu. Dengan kata lain, nafsunya sirep lerep menep tenggelam dalam eksistensi Diri-NYA.
Oleh karena mengada disisi Tuhan, maka mensyaratmutlakkan kenal pasti dengan-NYA secara praktis. Kenal pasti keberadaan Tuhan yang lebih dekat dari otot leher, bahkan lebih dekat dari nafasnya sendiri. Bukan kenal yang hanya di angan-angan, di perasaan, atau hanya prasangka.
Bisa kenal pasti mengadanya Tuhan, yaitu melalui Wakil/Khalifah-NYA. Yunus 100 menjelaskan: “Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah”.
Beriman yang dalam makna kenal pasti Maha Wujudnya. Bukan kenal dalam duga prasangka intuisi mimpi maupun kira-kira dan katanya.
Mendapat izin Allah-nya, adalah mendapat izin Khalifah/Wakil-NYA. Telah disetujui dan disahkan untuk menerima ilmu mengenal pasti Eksistensi Jati Diri-NYA. Istilah padepokan/peguronnya, diterima menjadi murid.
Analogi SBMPTN-nya : telah daftar di PTN tertentu, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dinyatakan diterima (semakna diizinkan beriman). Baru kemudian bisa menerima materi moksa.
Karenanya, istilah moksa yang ada dalam ajaran berbagai agama ribuan tahun silam, mesti digelar diajarkan oleh Khalifah/Wakil Tuhan secara langsung. Nabi Dzulkifli mengajar moksa dengan syareat agama Hindu. Nabi Siddharta Buddha Gautama menggelar ajaran moksa melalui syareat Buddha. Nabi Isa melalui ajaran Kristiani. Nabi Saw melalui syareat agama Islam.
Demikian pula Imam Zaman atau Imam Mahdi yang sekarang, menggelar ajaran moksa dalam mencapai ilaihi roojiuna.
(http://ronijamal.com/apa-dasar-ilaihi-rojiuna/)
Perintah dalam Baqarah 208: udhulu fissilmi kaaffatan, bila dinalar secara rasional adalah langkah menuju moksa. Mencapai bahagia tertinggi disisi Tuhan dengan menjalani tertibnya syareat, tareka, hakekat, dan makrifat. (http://ronijamal.com/islam-kaaffah/)
Jadi simpulnya, ajaran menggapai moksa ribuan tahun silam, secara syareat bisa berbeda sesuai jamannya. Namun secara hakekat adalah ajaran yang abadi hingga sekarang, bahkan sampai kiyamat nanti.
_____090421–belajar share olah nalar olah rasa dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).
.
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.