TUNJUKKAN JALAN YANG LURUS?
Posted By Roni Djamaloeddin on November 2, 2020
Masalah :
Napa niku sik dikarêpké
dongané sik mungêl:
“Ihdinas siraatal mustaqiem”
niku Mas…???
nyadhong duka mênawi
sêratané lêpat ??
(Apa yang dimaksud dari ungkapan doa “ihdinas siraatal mustaqiem” itu Mas…??
Mohon maaf bila penulisannya salah)
—+++—–+++—–+++—–+++—–+++—-
Solusi :
Mohon maaf sebelumnya, bukan berarti saya merasa ngerti. Namun belajar sakdermo menyampaikan atas pemahaman pengalaman olah pikir olah rasa dari meguru.
Setiap muslim, disadari atau tidak, diselami atau hanya hapalan belaka, telah membaca “Ihdinas siraatal mustaqiem” minimal 17 kali dalam sehari semalam.
Tak terkecuali, Nabi Saw pun membaca doa yang sama : tunjukkanlah kami jalan yg lurus.
Kita hamba yang fakir, bodoh hina tidak bisa apa-apa, sangat logis bahkan sangat wajib bila membaca doa tersebut. Tapi faktanya, merasa fakir bodoh hina itu bagaikan sebutir debu yang mudah diterbangkan angin.
Sedang Sang Nabi, yang notabene pembawa siraatal mustaqim, maksum, masih juga membaca doa yang sama. Memohon kepada Tuhan agar menunjukkan jalan yang lurus.
Dimana letak rasionalnya?
Bisakah akal nalar menggali menemukan berikut mencerahkannya?
Beberapa poin yang melatarinya, diantaranya :
1. Al Haq min Rabbika. Al Haq itu dari Tuhan, milik Tuhan, dan digenggam Tuhan. Juga menjadi rahasia Tuhan. Oleh karenanya, sebagai hamba, memang seharusnya selalu memohon diberikan al Haq. Sang Nabi pun sangat7 menyadari sebagai hamba. Hingga saking khusyuk dan banyaknya berdoa ibadahnya, sampai menjadikan kaki beliau pecah-pecah.
Kontralogikanya, ketika belum mampu menyelami Al Haq min Rabbika, maka dengan sendirinya akan mengaku-ngaku. Mengaku benarku, pemikiranku, hasil olah pikir pengalaman pemahamanku. Jadilah diaku semuanya. Benar milik Tuhan dijarakpaksa dalam benarku milikku. Seperti ini apa namanya? Monggo jawab sendiri.
2. Implikasi logis dari al Haq min Rabbika, adalah pengakuan al insanu mahalul khotho’ wa nisyan. Manusia itu tempatnya salah dan dosa. Keyakinannya terbangun kokoh bahwa benar milik Tuhan, salah dosa milik hamba.
Oleh karenanya, ketika kesadaran “nggone salah” sudah muncul, maka akan selalu memohon petunjuk kepada Tuhannya. Mohon dijaga dari segala hal yang menyebabkan salah dosa. Mengaplikasi “ihdinas siraatal mustaqiem”-nya dalam segala aktifitas. Tidak hanya pas ketika sholat saja. Dilakukan secara terus menerus, tidak pernah berhenti, sampai nafas terakhir.
Namun sebaliknya, ketika kesadaran “nggone salah” belum muncul, yang ada kemudian merasa benar. Merasa cukup atas pemahaman pengalaman yang dimiliki. Kemudian menolak sesuatu diluar pemahaman pengalamannya. Akal rasionalnya ditutup sendiri, bahkan tanpa disadari dimatikan sendiri. Tidak mau menalar secara rasional info luar yang belum pernah masuk memori otaknya.
Praktisnya, ketika menyampaikan pemahaman pengalaman, tidak berani merasa benar apa yang disampaikan tersebut. Karena benar-benar memahami meyakini mana “nggone bener” dan mana “nggone salah”.
3. Jalan lurus yang jadug Tuhan, tembus akhirat, pastinya menetes langsung dari Tuhan. Sedang Tuhan tidak akan ngejawantah, tidak menampak dimuka bumi, maka “Inni ja’ilun fil-ardhi khaliifah”. Tuhan membuat Khalifah/Wakil/Rasul di muka bumi, yg diutus menggelar mengoperasionalkan jalan lurus tersebut.
Dimulai dari Nabi Adam, Idris, Nuh, … Isa, diupdate dg para Nabi Rasul berikutnya sampai Nabi Saw. Diupdate terus sampai sekarang, hingga kiyamat. Ditegaskan dalam firman-NYA : “Dan ketahuilah olehmu bahwa dikalanganmu ada Rasulullah” (Al Hujurat 7). (Http://ronijamal.com/kamu-siapa/).
4. Fakta nyata mengapa harus kontinyu berdoa memohon ditunjukkan jalan lurus-NYA, adalah sering tidak konsistennya pengakuan : innashsholati wanusuki …., sesungguhnya sholatku ibadahku hidupku matiku bisaku kepunyaanku adalah milik Tuhan.
Mengaku faqir tidak bisa apa-apa, tetapi ketika dikritik diberi masukan jadi marah tersinggung.
Mengaku inna lllahi, tetapi ketika diambil Yang Punya, tangis susah nelangsa tidak terima. Dst-dsb.
Dan yang paling sering adalah terlupa dan tanpa disadari, telah tertunggangi atau terbudak terjajah oleh nafsu.
Merasa yakin ibadahnya diterima Tuhan, adalah nafsu.
Puas bangga marem telah beribadah ataupun berbuat kebaikan adalah nafsu.
Dan ratusan pasukan tujuh macam nafsu (http://ronijamal.com/tujuh-macam-nafsu/) lainnya, selalu mengincar menjebak dan menguasai fitrah manusianya.
Karena itulah, memohon ditunjukkan jalan yang lurus disisi-NYA, selayaknya seiring keluar masuknya nafas. Dibarengi dengan istighfar dan depe-deple pada Yang Maha Sempurna.
5. Selalu memohon ditunjukkan dibukakan dibimbing atas jalan lurus milik Tuhan, karena hijab yang menyelimuti/mendinding fitrah manusia, terlalu sangat-sangat lembut. Tujuh macam nafsu yang diisandangkan pada manusia adalah hijab/dinding yang sempurna. Walaupun ia juga merupakan kendaraan yang sempurna.
Sedangkan untuk bisa membuka melewati hijab, sekaligus mengendarai tujuh nafsu tersebut, adalah patuh sujud tunduk pada Guru al Wasilata. Sebagaimana patuh sujudnya malaikat dihadapan Khalifah Adam. Dalam bahasa sufinya : kal mayyiti baina yadi al-ghosili. Memberlaku diri seperti mayat yang patuh secara total dihadapan yang memandikan/mensucikan.
Sementara faktanya, tujuh nafsu ini watak perbuatan sehari-harinya justru menunggangi menguasai menjajah fitrah manusianya.
Karenanya harus belajar nyandar Guru dalam setiap hembusan nafas. Nyandar Guru dalam segala aktifitas.
_____011120–menshare pemahaman pengalaman dalam belajar nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.