UJIAN TERBERAT
Posted By Roni Djamaloeddin on April 2, 2020
Salah satu murid peguron “ngelmu kasampurnan” matur gurunya :
“Wahai Guru, bolehkah saya ikut berjuang membantu para pejuang kemerdekaan, hanya dengan menggerakkan jari telunjuk saya, seperti menarik pelatuk senapan gitu saja, niscaya semua penjajah di bumi nusantara akan mati semua. Bolehkah Guru?”
Jawab Sang Guru :
“Ojo (jangan)! Durung wayahe, durung titi wancine. Lakon bangsa kita memang harus begitu. Loro lopo sengsara klengkengan, bahkan harus ditotohi (dibayar) dg tumpah darah dan nyawa. Sebab pada saatnya nanti, Nuswantoro akan menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi, aman tentrem kerto raharjo, hingga jadi pusat peradaban dunia, menjadi mercusuarnya dunia”.
Bisa dibayangkan, betapa sakti mandragunanya si murid, yg hanya ngobahke driji saja ribuan pasukan penjajah, bahkan bisa jadi sak negaranya bisa dihancurkan.
Kisah tersebut terjadi ratusan tahun silam. Adalah salah satu bentuk ujian tertinggi terberat yg harus dilalui si murid, dalam menyatakan ilaihi raji’una. Menyatakan “muutu qabla anta mutu”. Menyatakan “manunggal ing Gusti”.
Ujian yg diberikan oleh Tuhan berupa dibukanya nafsu ketujuh : Nafsu Kamilah. Yang pasukannya meliputi ilmu yakin, ainul yakin, dan haqqul yakin.
Ujian sekelas lainnya : kesaktiannya luar biasa, ngerti sak durunge linarah, tahu segala jenis macam obat dari penyakit yg belum pernah ditemukan obatnya, bisa membaca krenteg batinnya sesama, bisa mencipta mendatangkan sesuatu di luar nalar logika sehat, …dst-dsb. Dahsyatnya memang sungguh luar biasa.
Ujian hebat tersebut biasanya disebut karomah atau kewalian. Banyak murid yg gagal ketika dihadapkan ditimpakan ujian hebat ini. Gagal karena bangga marem disenangi bahkan diaku kehebatan kesaktian kelinuwihannya. Gagal karena tidak nyandar pada Dawuh Guru.
Saya pernah berhubungan akrab guyonan dan bahkan minta tolong dengan yg pernah mengalaminya. Salah satu ungkapannya yg saya ingat : “njeng Sunan KJ wingi rawuh, ngendikan sesuk arep kerawuhan piyantun agung, petikno suruh ngarepan iku”.
Juga ungkapan langsung seorang murid lainnya pada saya : “mas Imam lagi wae rawuh ndukani aku, wajibe murid ki manut Guru, ora kok Guru manut murid”.
Sayangnya, kedua murid “linuwih” tersebut akhirnya gagal. Gagal menjadi murid yg lestari iman taqwanya, berlaku patuh tunduk pada Guru yang membimbingnya. Gagal dalam memaksa jiwa raga memberlaku diri “kal mayyiti bayna yadi al ghosili”. Memberlaku diri patuh tunduk pada guru suci, bagaikan mayat yang patuh tunduk dihadapan yg memandikan (mensucikan).
Simpulnya, kisah laku ujian terberat itu hanya ditimpakan dibukakan pada murid yang telah nggentur lakon pitukonnya, cermat menjalani mengendalikan keenam nafsu lainnya : amarah, lawwamah, mulhimah, mutmainnah, radiyah, mardiyah.
Berbekal pemahaman keyakinan “inna nahnu nazzalna adz-dzikra wa inna lahu lahafidzun” (sesungguhnya Kami menurunkan ilmu adz-dzikro, dan Kami pula yang akan menjaganya) dari sang penyampai yg hak dan sah disisi-Nya.
_____12122018–belajar sadermo share pemahaman pengalaman dalam nderek nyengkuyung mbelo dan nyandar Guru (Romo Kyai Tanjung).
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.