Posted By Roni Djamaloeddin on May 7, 2025

Air sering disanepankan (diperumpamakan) dalam berbagai peristiwa besar. Diantaranya, pada peristiwa Isro’ Mi’roj, Nabi Saw dimandikan dengan air zam-zam. Pada upacara Baptis (zaman Nabi Isa), menggunakan air suci (air hidup/kehidupan). Pada kisah pewayangan, guru Resi Drona memerintahkan Bima/Werkudara untuk mencari “Banyu Perwitosari”.

Mengapa menggunakan obyek air? Pemahaman pengalaman berguru kami, fungsi air secara natural adalah penghilang haus dahaga dan pemberi kehidupan.

Namun secara supranatural adalah simbul ilmu yang menghidupkan jiwa. Ilmu yang menghidupkan hati nurani roh dan rasa, sehingga berfungsi sebagaimana SOP Tuhan.

Tanpa air kehidupan, maka yang berfungsi bahkan default dalam dada manusia adalah hati sanubari. Hati yang merupakan markasnya nafsu lawamah. Tabiatnya acuh, senang memuji diri, pamer, senang mencari aibnya orang lain, senang menganiaya, berdusta, pura-pura tidak tahu kewajiban. (ronijamal.com/sanubari/)

Ketiga peristiwa besar di atas (dimandikan air zam-zam, upacara babtis, dan minum banyu perwitosari) adalah merujuk peristiwa yang sama. Yaitu proses Baiat hamba dihadapan Tuhan (al Fath 10). Walaupun rentang kejadiannya sangat lama, ratusan hingga ribuan tahun. Tapi proses dan peristiwanya, diabadikan Tuhan dalam setiap zaman. (ronijamal.com/rasionalisme-baiat/)

Oleh karenanya, saking lembut dan saking sedikitnya manusia yang paham peristiwa tersebut, sampai-sampai Newton mengklarifikasi bila apa yang manusia ketahui hanyalah setetes air, sedang yang tidak manusia ketahui adalah lautan.

Termasuk tulisan pengalaman ini, walau hanya satu molekul air, berusaha jalani perintah untuk menyampaikan. Berbagi pada sesama walau pahit nyethak (saking pahitnya). Walau tidak ada akal nalar yang sudi melihat mencermatinya.

____050525–belajar istikomah tumakninah nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).

.

Categories: Artikel
Tags: