BELAJAR BODOH
Posted By Roni Djamaloeddin on November 6, 2022
Jangan prasangka dulu dengan judul! Belajar bodoh dimaksud bukan bodohnya otak. Atau membiarkan otak dalam kebodohan. Atau tak perlu belajar menjadi pandai cerdas. Tapi bodohnya rasa (perasaan). Yaa….belajar rumongso (merasa) bodoh, walau faktanya (mungkin) sangat pintar cerdas brilian.
Tentu saja, belajar bodoh dimaksud juga diluar makna kamus. Sebab dalam KBBI, bodoh adalah :
1 tidak lekas mengerti, tidak mudah tahu atau tidak dapat (mengerjakan dan sebagainya).
2 tidak memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman)
Namun dalam pemahaman pengalaman spiritual kami, bodoh bisa dikelompokkan menjadi dua macam.
Pertama, bodoh secara lahiriah. Adalah ketika otak akal nalar sangat minim fungsinya. Termasuk yang tertulis dalam KKBI, adalah bodoh secara lahiriah.
Bodoh ini terjadi karena otak akal nalar sangat minim fungsinya. Mungkin juga lemah respon respeknya ketika diajak dididik untuk melatih dirinya sendiri. Bisa mungkin faktor genetik (keturunan), akibat gizi buruk ketika dalam kandungan. Bisa mungkin sebagai karma akibat perangai buruk orang tuanya ketika dalam kandungan.
Kedua, bodoh secara batiniah.
Adalah ketika hati nurani tidak kenal Tuhannya. Tidak butuh kenal, juga tidak mau menerima saran masukan untuk mengenal Tuhannya. Tidak mau nggraito merenung menyadari bahwa asalnya menyatu dengan Tuhan, maka mesti kembali menyatu lagi dengan-NYA (ilaihi roojiuna). Tidak mentarget memutlakkan hati nurani mengenal pasti Wajah (Wujud) Tuhannya.
Tafakur rasionalnya, segala kebutuhan manusia dicukupi oleh Tuhan. Oksigen yang dihirup tiap hari, bila dikalkulasi dengan uang bisa mencapai trilyunan. Begitu pula kesehatan, organ tubuh yang normal fungsional, serta jutaan situasi kondisi dan keadaan lain yang tak hingga nilainya.
Terus kok tidak mau tahu, bahkan tidak butuh kenal Tuhannya?
Bukankah hal demikian bisa dikatakan bodohnya bodoh?
Sebagai implikasi logis ketika hati nurani bodoh pada Tuhannya, dada atau batin kemudian yang berfungsi (bahkan default) adalah hati sanubari. Akibatnya, dada sempit sesak kersang gering penyakiten. Mudah iri dengki sombong marah tersinggung ego emo…dlsb.
Bahkan, besar kemungkinan pasukan nafsu amarah dan lawwamah makin berkuasa merajai dada. Pasukan nafsu ammarah : senang berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong, pemarah, dan gelap, tidak mengetahui Tuhannya. Sedang pasukan nafsu lawwamah : enggan, acuh, pamer, ‘ujub, ghibah, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
Terus, bagaimana hubungan antara bodohnya otak dan hati dengan belajar bodoh?
Bodohnya otak dan hati harus disikapi dengan sebaik-baiknya. Keduanya harus dilatih dididik dibelajarkeras dicerahkan menjadi cerdas. Sehingga otak menjadi cerdas sesuai bakat dan potensi masing-masing. Syukur bage mampu seperti cerdasnya para ilmuwan penemu teknologi dunia.
Hati nurani juga demikian, mesti harus dididik dilatih supaya menjadi cerdas. Sebagaimana cerdasnya hati nurani para nabi wali yang kelet (maqam) pada ilmu (isinya) dzikir. Maka menjadilah hati yang Islam. (https://ronijamal.com/hati-yang-islam/)
Keduanya diselaras berjalan bersama secara harmonis. Tidak bisa berjalan salah satunya. Sebab, ketika otak akal nalar itu cerdasnya luar biasa, mampu menciptakan alat supercanggih yang sanggup melintas antar galaksi, mampu mencipta matahari buatan, mampu menangkal menyembuhkan berbagai macam penyakit, namun hati nuraninya bodoh, maka tetaplah bodoh pada Tuhannya.
Namun sebaliknya, ketika hati nuraninya cerdas pada Tuhannya, sedangkan otak akal nalarnya “bodoh”, maka lambat laun otak akan cerdas dengan sendirinya. Sebab tercahayai oleh hati nurani yang mencahaya dengan Tuhannya. Dan ini tetaplah dikatakan manusia yang cerdas dihadapan Tuhan.
Kemudian setelah otak dan hati nuraninya cerdas, proyek mahabesar yang mesti ditarget berhasil adalah belajar bodoh. Yang dibelajari bodoh adalah fitrah manusianya, roso rumongsonya (perasaannya). Belajar menyadari hakekat yang bisa, hakekat yang kuat, hakekat yang cerdas, hanya Dzat Yang Maha Sempurna.
Sehingga ketika otaknya telah cerdas, rasa (perasaan) dibelajari merasa tidak bisa apa-apa. Cerdas tapi tidak ngaku cerdas. Orang lain menganggap cerdas, tapi dirinya sendiri ngrumangsani (merasa) bodoh.
Demikian pula ketika hati nurani telah cerdas. Nafas yang masuk dan keluar terisi dzikir. Pasukan nafsu yang baik-baik (nafsu mulhimah, muthmainnah, radiyah, mardiyah, kamilah) telah merajai menguasai dada. Sehingga (semisal) nafsu radhiyah telah terbuka, maka tabiatnya menjadi : pribadi yang mulia, zuhud, lkhlas, waro, riyadhah, dan menepati janji. (Selengkapknya, https://ronijamal.com/tujuh-macam-nafsu/)
Maka belajar bodohnya ketika pribadinya mulia zuhud ikhlas adalah tidak mengaku (belajar tidak rumongso) bahwa itu adalah pribadinya zuhudnya ikhlasnya. Namun hanya sak dermo nderek Gurunya. Oleh karenanya ketika akan muncul sebersit ngaku (rumongso baik luhur mulia), bersegera memerangi diri, menjihadulakbari diri, bahwa sikap itu tidak benar. Bahkan menabrak ayat laahaula.
Sehingga ketika orang lain menganggap pribadinya mulia sempurna, dirinya tidak rumongso (tidak merasa) mulia sempurna. Malah menganggap dirinya hina dina khotho’ wa nisyan. Bahkan letheking jagad. Nafasnya mengalirkan taubatan nasuha yang tiada henti.
Simpulan analoginya, belajar bodoh dimaksud mesti difondasi kokoh dengan islamnya roh. (https://ronijamal.com/olah-nalar-vs-olah-roh/). Sebab potensi mau merasai (ngrumangsani) yang tidak bisa apa-apa, tidak punya apa-apa, tidak ada apa-apanya, khotho’ wa nisyan, laahaula, itu terjadi bila pinjaman Daya Kuat Tuhan (Roh Tuhan) telah mulai dicicil dikembalikan.
_____021122–belajar mbodoh, dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.