APA TIDAK INGIN PULANG?

Posted By on June 15, 2025

Kalau kita cermati pengalaman hidup Tarzan, entah itu cerita fiktif atau nyata, maka bisa dianalisa bahwa Tarzan yang spesies manusia, telah lupa akan jati diri manusianya. Atau mungkin merasa sama seperti binatang teman-temannya.

Lantas, dimana otak akal pikirannya?
Akal pikirannya tidak berfungsi manusiawiyah. Sebab, akal pikiran itu tumbuh berfungsi bila dididik diarahkan dilatihkan sejak bayi. Tanpa ada pendidikan pelatihan sejak dini, maka akal pikiran tidak akan tumbuh. Atau bila tumbuh, menjadi sangat-sangat kerdil.

Kontradiktif dengan diri kita. Akal nalar kita tumbuh pesat seperti sekarang, karena ada pendidikan pelatihan sejak bayi. Andai sejak kecil tidak dididik dilatih berpikir, tentu akal pikiran kita seperti Tarzan atau manusia primitif lainnya.

Akibat tidak adanya pendidikan pelatihan pikiran pada Tarzan, maka ia tidak pernah tahu siapa orang tuanya. Tidak butuh mencari keberadaannya. Bisa jadi mempersepsi binatang yang memeliharanya adalah orang tuanya.

Maka bisa disimpulkan, Tarzan tidak ingin pulang ke pangkuan orang tuanya.

Simpulan ini bila dianalogi meluas dengan berpikir indif, maka Tarzan pun tidak ingin pulang pada Tuhannya. Tidak butuh tahu kenal Dzat yang mencipta dirinya. Tidak tahu dan tidak butuh aturan agama. (ronijamal.com/berpikir-indif/)

Dilain pihak, sebagai manusia normal, mestinya menyaring hikmah pola pemikiran Tarzan. Yang semula tidak ingin pulang, menjadi sangat ingin pulang pada Tuhannya. Memproses pulangnya dari sekarang, dalam setiap hembusan napas. Bukan menunggu panggilan.

Sedang untuk bisa pulang (kembali) kepada Tuhan, mensyaratkan kenal pasti “sangkan paraning dumadi” (asalnya dari mana dan pulangnya kemana). Sebab tanpa mengenal asal usul kehidupan, maka mustahil bisa pulang saat mati nanti. Faktanya banyak sekali di sekeliling kita, manusia-manusia yang tidak bisa pulang, tidak bisa masuk akherat. (ronijamal.com/mati-slamet/)

Dan naifnya, saat masih hidup sekarang pun, banyak yang tidak butuh kenal Diri Tuhannya. Tidak butuh pulang ke akherat. Tidak berminat mengadanya ilmu yang mengenalkan Jati Diri Tuhan. Padahal ilmu tersebut selalu diturunkan (diupdate) dan dijaga Tuhan sendiri. Inna nahnu nazzalna adz-dzikro wainna lahu lahafidzun. Sesungguhnya Kami yang menurunkan ilmu dzikir, dan Kami pula yang menjaganya. (ronijamal.com/ilmu-paling-utama/)

Pada akhirnya, agar terhindar dan tidak hanyut larut jebakan pola pikir Tarzan, mesti belajar minal mahdi ilallahdi. Menjadi pembelajar sejati. Atau istilah spiritualnya mesti menjadi murid sejati. (ronijamal.com/pembelajar-sejati/)

Sehingga pingin pulang atau tidak, dan pulangnya kemana, bisa ditapaki secara pasti. Dari sekarang, detik ini. Tidak terhenti pada harapan palsu semoga bisa pulang. Tapi fakta nyata yang mesti diukir setiap hari.

____110625–belajar istikomah tumakninah nderek Guru (Romo Kyai Tanjung)

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.