BENAR DI DALAM BENAR
Posted By Roni Djamaloeddin on February 16, 2023
Mayoritas penalaran mengatakan bila satu tambah satu adalah dua. Adalah sebuah kebenaran dalam disiplin ilmu matematika. Dan kebenaran ini bisa diterima sepenuhnya dalam rumpun ilmu eksakta.
Namun tidak menutup mungkin kebenaran itu tidak bisa diterima dalam ilmu lain. Semacam ilmu keluarga, ilmu sosial, ataupun ilmu lain. Sebab faktanya, satu tambah satu hasilnya beragam. Satu ayah dengan satu ibu “menghasilkan” banyak anak cucu.
Sehingga benarnya sebuah ilmu pemahaman peyakinan adalah benar di dalam diri. Bukan benar untuk semuanya. Bukan benar di dalam benar.
Demikian pula ketika pemahaman benar menurut agama/aliran/mahdzab A B C …Z yang mengklaim dirinya paling benar. Adalah benar di dalam diri. Bila kebenaran ini dipaksakan pada yang beda pemahaman peyakinan, maka yang terjadi adalah gesekan perseteruan pertawuran hingga peperangan.
Seperti misalnya kasus perang Irak Iran yang berlangsung hingga 8 tahun (1980 – 1988), adalah bentuk pemaksaan benar dalam diri kepada orang lain. Yang akibatnya seperti pepatah : kalah jadi abu, menang jadi arang. Sama-sama rusaknya. Jauh dari benar di dalam benar.
Begitu akibat nyata benar di dalam diri yang dipaksakan kepada orang lain. Fakta nyata yang jelas bertentangan dengan hukum lakum dinukum waliyadin. (https://ronijamal.com/lakum-dinukum/)
Bertentangan dengan al-Haq min Rabbika. Sebuah implikasi nyata bila tidak memahami menyelami makna ad-diin yang al-khudhu’ al mutlak, pasrah total secara mutlak.
Oleh karenanya, sebuah keniscayaan bila benar di dalam diri dicemplungkan (ditenggelamkan) ke benar di dalam benar. Beberapa tips dan nilai rasionalnya, di antaranya :
Pertama, memahami meyakini bila benar itu dari Tuhan milik Tuhan. Al Haq min Rabbika. Sehingga ketika hukum itu disabotase diaku dirumangsani milik manusia, maka akibatnya muncul pertikaian pergesekan pertawuran hingga peperangan.
Kedua, kebenaran ilmu eksakta yaa milik ilmu eksakta. Tidak bisa dipaksakan kepada ilmu-ilmu lain. Namun kebenarannya bisa diselamkan pada kebenaran Tuhan. Yaitu bila benarnya sistem eksakta tidak dirumangsani benarnya sendiri. Benarnya sak dermo nglakoni (menjalani). Tidak rumongso benar dan tidak menyalahkan yang beda pemahaman pengalaman. (https://ronijamal.com/jangan-menyalahkan/)
Ketiga, kebenaran yang diyakini masing-masing agama/aliran/mahdzab, mesti dicemplungkan (ditenggelamkan) dalam benarnya Tuhan. Yaitu dengan tidak ngaku (tidak ngrumangsani, tidak merasai) benarnya sendiri. Tapi hanyut sirna dalam benarnya Tuhan. (https://ronijamal.com/sesungguhnya-agama-itu-untuk-apa/)
Dengan demikian simpulnya, benar di dalam benar adalah benar dalam diri yang tidak dirumangsani (tidak diakui, tidak dirasai), tapi benar yang diselamkan (ditenggelamkan) dalam benarnya Tuhan.
Sebagai aplikasi nyatanya, ketika benar yang dipahami diyakini benarnya, kemudian ada pihak lain yang menyalahkan, dihadapi dengan dingin sejuk tawakkal sabar nglenggono. Tidak ditanggapi dengan ngotot tersinggung marah emosi. Sadar yakin dengan pemahaman bahwa dirinya hanyalah khotho’ wa nisyan, bahkan dzaluman jahula.
Demikian pula ketika benarnya diri diterima diakui secara universal oleh manusia sak jagad, tidak dirumangsani benarnya diri. Tapi diakui disadari sebagai benarnya Dzat Yang Maha Sempurna.
Sebab bila diakui dirumangsani sebagai benarnya diri, maka akan berhadapan langsung dengan Dzat Yang Maha Segalanya.
___110223–belajar olah nalar olah roh olah rasa dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung).

Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.