SUSAH BERBUAT BAIK?
Posted By Roni Djamaloeddin on July 2, 2024
Alasan paling sederhana mengapa susah berbuat baik adalah karena kurang terbiasa melakukan kebaikan itu. Sebab ketika telah terbiasa melakukan sejak kecil, maka berbuat baik menjadi ringan dilakukan.
Alasan sederhana, lemahnya pendidikan pembiasaan dari orang tua semenjak kecil. Sebab ketika sudah remaja baru dilakukan pembiasaan kebaikan, akan sulit dilakukan.
Misalnya, ketika masih anak-anak orang tua memerintah anaknya melakukan suatu perbuatan baik (bantu kerjaan rumah, misalnya) dengan iming-iming imbalan. Kemudian seiring bertambah usia, tidak lagi memberi imbalan. Tentunya dibarengi pemahaman penalaran bila berbuat baik yang benar adalah tanpa mengharap imbalan dan dibarengi belajar ikhlas.
(https://ronijamal.com/belajar-ikhlas/)
Tanpa ada peningkatan tidak memberi imbalan (upah atau gaji) yang disertai pemahamannya, maka kesadaran melakukan kebaikan ketika menginjak remaja menjadi kurang terbangun.
Dan masih banyak cara pembiasan berbuat baik, hingga pada saatnya menjadi ringan dilakukan.
Alasan rumit mengapa berbuat baik itu susah dilakukan adalah karena motivasi hidup yang diyakini. Ketika motivasi berbuat baiknya karena imbalan surga, maka ketika perbuatan baik itu dipandang tidak ada hubungannya dengan ayat (Quran Hadits), tidak dilakukan kebaikan itu.
Contoh, ketika ada anjing terjatuh dalam sumur dan tidak bisa keluar darinya, maka orang yang motivasi hidupnya adalah surga, akan terasa berat membantu membebaskannya. Apalagi ketambahan stigma binatang najis besar, lebih berat lagi melakukan perbuatan baik.
(https://ronijamal.com/kisah-hikmah-dari-seekor-anjing/)
Alasan sangat² rumitnya, bahwa default-nya hati manusia yang berfungsi sejak kecil adalah hati sanubarinya. Hati yang pasukannya adalah sifat buruk, jahat, ego, iri, dengki, malas, …dst, yang berlawanan dengan hati kebaikan (hati nurani).
(https://ronijamal.com/dua-hati/)
Jadi, lengkap sudah mengapa berbuat baik itu susah berat dilakukan. Dilengkapi modal watak gawan bayi yang memang demikian.
Lantas, untuk apa sejauh mana berbuat baik itu mesti dilakukan?
Saatnya memfungsikan akal nalar sebagai al Mizan. Meniti (berjalan di atas jembatan) menuju Tuhan. Yang tidak lain adalah jalan lurus tembus akherat. (https://ronijamal.com/hakekat-jalan-lurus/)
Bukannya timbangan saat nanti setelah mati. Tapi meninjau mengingat memperhatikan mempertimbang mengadili memutuskan dari sekarang.
___220624–belajar istikomah tumakninah nderek Guru (Romo Kyai Tanjung)
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.