MELANGITKAN MOTTO KEHIDUPAN
Posted By Roni Djamaloeddin on July 26, 2022
Disadari atau tidak kita sering menjadi konsumen motto kehidupan para tokoh masa lalu. Misalnya; hidup bagaikan wayang yang jalani kehendak dalang, hidup sakedar jalani kehendak Tuhan, kejahatan dan kebaikan merupakan bagian tak terpisahkan dari keseimbangan alam, …dst-dsb. Hingga ada yang membuat persepsi kehidupannya sendiri : kenapa kita diciptakan untuk berbuat baik dan jahat.
Ribuan motto kehidupan tersebut sering membius atau meninabobokan akal nalar sehat. Sehingga terkungkung dalam makna rendah atau makna sederhana dataran praktis. Padahal mestinya, motto tersebut bisa dimaknakan melangit. Hingga membawa akal nalar terbang tinggi menuju langitnya Tuhan.
Misalnya, motto hidup bagaikan wayang yang jalani kehendak dalang. Makna rendah yang sering dipraktekkan, hidup mengalir apa adanya. Jadi ini, jadi itu, jadi pejabat, jadi jelata, tinggal jalani kehendaknya dalang. Tanpa mengenal pasti kersane (kehendaknya) Gusti. Tanpa menyelami makna hakekat wayang dalang. (https://ronijamal.com/filosofi-wayang-dalang/)
Sementara bila makna langit telah dipahami diselami, maka akan berusaha sungguh-sungguh silem dalam makna jeruu laahaula walaa quwwata. Belajar terus menghayati merasakan antumul fuqoro ilallah (QS.35:15). Belajar menjadi wayang hidup yang sejati (bukan wayang mati yang pasif). (https://ronijamal.com/menjadi-wayang/)
Selain melangitkan motto kehidupan, perlu kiranya meluruskan persepsi kehidupan yang membius akal nalar. Perlu sentuhan rasional sehingga menembus alam rasa (perasaan). Misalnya persepsi kehidupan : kenapa kita diciptakan untuk berbuat baik dan jahat.
Persepsi semacam ini bila tidak dirasionalkan dan dicerahkan, akan menghancurkan masa depan yang mempercayainya. Bahkan bisa jadi merusak akal nalar sehatnya.
Pengalaman berguru kami, kita didamparkan di kehidupan dunia bukan sekedar berbuat baik atau jahat. Tapi diuji atas kesanggupan menerima amanah. Yaitu ketika masih di alam arwah (alam dzar, alam fitrah) dulu. Ujiannya berupa kehidupan dunia seisinya, baik yang lahiriah maupun yang batiniah.
Dilengkapi dengan alat/instrumen yang sempurna : indera, organ tubuh, onderdil tubuh, otak/akal, hati nurani, hati sanubari, dan tujuh macam nafsu. (https://ronijamal.com/tujuh-macam-nafsu/)
Namun juga ditunjukkan alat/jalan untuk melumpuhkan menunggangi tujuh macam nafsu. Dalam rangka mancat mulih (pulang) ke akherat. Dalam rangka ilaihi rojiuna. (https://ronijamal.com/7-buah-jalan/)
Karenanya, berbuat baik atau berbuat jahat adalah pilihan manusianya. Bukan kehendak Tuhan. Sebagaimana pilihan beriman atau pilihan kafir. “Mau beriman, berimanlah. Mau kafir, kafirlah” (QS.18:29). (https://ronijamal.com/siapa-yang-melakukan-dosa/)
Jadi simpulnya, menjadi pilihan manusianya untuk memecah mencerah akal nalarnya sendiri, sehingga menjadi al Mizan. Atau hanya taklid buta (pasrah bongkokan) pada motto kehidupan para tokoh pendahulu. Atau mencoba menciptakan motto kehidupannya sendiri. Semisal : masa depan akherat, sangat ditentukan pecah cerahnya akal nalar sekarang.
Karenanya, tafakkaru sa’atin khoiru min ‘ibadati sittina sanahu. Berpikir tafakkur sesaat lebih baik (lebih mulia) dari pada ibadah enam puluh tahun.
_____250722–belajar share pemahaman pengalaman dalam nderek Guru (Kyai Tanjung).
.
Comments
Leave a Reply
Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.