ILMU vs RASA

Posted By on August 4, 2022

Sungguh sulit merasionalkan hubungan ilmu dengan rasa. Selain bukan wilayah logika, rasa itu apa bagaimana, belum terpahami dengan pasti. Ilmu pengetahuan seputar rasa pun, tampaknya belum ada. Selain hanya pembicaraan seputar perasaan, rasa-rasanya, prosoku, …dst. (https://ronijamal.com/apa-itu-rasa/)

Karena tak masuk akal nalar, dan agar mudah diterima oleh penalaran, maka perlu diturunkan versinya. Dibuatkan contoh penggambaran yang sederhana. Semisal ilmu vs otak.

Sehingga analogi sederhananya bisa digambarkan dalam fakta nyata. Otak adalah obyek penerima ilmu, sekaligus subyek pelaksana/pelaku ilmu. Karenanya otak bisa diisi ilmu, bisa pula tidak diisi ilmu. Bila diisi ilmu, maka otak menjadi pandai, cerdas, bisa menciptakan sesuatu, bisa mendaur ulang sesuatu, …dst-dsb. Bahkan otak mampu mengarah menjadi bijaksana.

Namun bila otak tanpa diisi ilmu, maka otak tidak bisa berpikir, tidak bisa trampil, tidak bisa menyelesaikan masalah, tidak bisa menciptakan sesuatu, tidak punya ilmu khusus/keahlian khusus, bahkan jauh dari bijaksana. Maka dengan sendirinya otak akan dikuasai nafsu. Jadilah anekdot otak udang, otaknya di dengkul, dan lain sebagainya.

Ilmu untuk otak adalah ilmu-ilmu yang bisa ditangkap otak, atau ilmu rasional. Ilmu fisik, matematis, ilmu sosial, ilmu teknologi, ilmu luar angkasa, hingga ilmu atom, mikro pico atom, …dst. Karenanya, otak tak sanggup bila disuruh menjangkau perkara rasa atau metafisik, atau perkara kegaiban, tapi otak mampu merasionalkannya.

Demikian halnya dengan ilmu vs rasa. Rasa sebagai obyek penerima ilmu, sekaligus subyek pelaksana/pelaku ilmu. Ke dalam rasa bisa diberi ilmu. Ada ilmu khususnya. Namanya ilmu rasa, atau ilmu fitrah. Istilah lainnya disebut ilmu Tauhid, ilmu makrifat, ilmu sangkan paraning dumadi, ilmu Satriyo Piningit, ilmu an Nubuwah, …dst-dsb. Qurannya menyebut Ilmu Dzikir.
(https://ronijamal.com/bangkitkan-rasa/)

Dalam struktur anasir kejadian manusia, rasa adalah dimensi tertinggi (dimensi ke empat). Sedang jasad/tubuh fisik, dimensi satu. Dimensi dua hati nurani. Sedang dimensi tiga adalah roh.

Hati nurani roh dan rasa bisa diberi ilmu dzikir, sebagaimana otak yang bisa diberi ilmu logis. Namun ketiganya tidak bisa menangkapnya secara bersamaan, melainkan secara bertahap. Mula-mula yang menangkap adalah hati nurani, kemudian masuk dalam roh, baru masuk rasa.

Sama seperti jenjang pengajaran di sekolah. Untuk mencapai pemahaman materi ajar kelas empat, mesti dimulai kelas satu dulu. Terus naik kelas dua, tiga, baru bisa memahami materi kelas empat.

Dalam ilmu rasa juga demikian. Tidak otomatis rasa bisa menyelami atau menangkap ilmunya. Mesti melalui terbukanya pemahaman peyakinan hati nurani. Istilah lainnya, hati nurani telah mampu diislamkan. (https://ronijamal.com/hati-yang-islam/)

Kemudian naik dalam pemahamannya roh. Mencapai pemahaman roh ini butuh perjuangan jihadunafsi jihadulakbar yang sangat berat dan masif. Roh yang adalah Daya Kuat pinjaman Tuhan, mesti dikembalikan lagi pada Yang Maha Punya. Praktisnya adalah belajar tidak ngaku. Tidak ngaku miliknya, tidak ngaku bisanya, tidak ngaku obah-osiknya, tidak ngaku segalanya. (https://ronijamal.com/olah-nalar-vs-olah-roh/)

Setelah itu baru kemudian masuk dalam pemahamannya rasa. Tugas kewajiban rasa adalah ngambah (masuk/menjelajah) makrifat. Menyatakan sempurnanya akherat. Menyatakan muutu qabla antamutu.

Sehingga kemudian yang dirasa-rasa ada, hanya Dzat Yang Maha Ada, Dzat Yang Maha Wujud. Bentuk praktek sederhananya, makan tahu tapi tidak merasakan nikmatnya tahu. Tapi merasakan Dzat Yang Maha Rasa, Yang Maha Wujud. Merasa-rasakan rahasia (isinya) HUWA. Rahasia di balik titik Ba. (https://ronijamal.com/marifat-itu/)

Jadi simpulnya, ilmu vs rasa adalah ada ilmu khusus yang subyek pelakunya adalah rasa. Ilmu yang dijaga dan diturunkan Tuhan sendiri. Inna nahnu nazzalna adz-dzikra, wainna lahu lahafidzun. Sesungguhnya Kami yang menurunkan Ilmu Dzikir, dan Kami pula yang menjaga keberlangsungannya (QS.15:9).

Rasa yang adalah unsur dasar, unsur fitrah manusianya, bila diberi ilmu rasa (ilmu dzikir), maka akan melek dan cerdas pada Tuhannya. Bisa memproses ilaihi rojiuna dengan pasti. Sebagaimana pastinya otak memahami dan memproses kacang atom vs bom atom.

Namun bila tidak diberi ilmu dzikir, maka selamanya rasa tetap bodoh/buta pada Tuhannya. Telah disiapkan gelarnya menjadi asfala safilin.

_____020822–belajar olah nalar olah roh olah rasa dalam nderek Guru (Kyai Tanjung).

.

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.