APA LAHIR SALAH ORTU?

Posted By on December 15, 2023

Pernah dengar, ada yang nggrundel (tidak terima) dilahirkan dari ortu yang kebetulan miskin. Iri memandang orang lain dilahirkan dari ortu kaya. Kehidupan serba enak, serba mudah, serba kecukupan, dan lain sebagainya.

Namun pada sada saat yang sama, nggrundelnya tidak dibarengi dengan penglihatan pencermatan mendalam terhadap mereka yang lebih sengsara. Tidak melihat mereka yang hidupnya jauh dibawah, yang tidak seberuntung dirinya.

Pernah pula dengar cerita orang yang dibesarkan oleh ortu yang khusuk agamanya. Kemudian bangga dengan keberadaan orang tuanya yang disegani masyarakat. Terus memandang rendah orang lain yang tidak sekhusyuk orang tuanya. Padahal dirinya pun juga tidak khusyuk.

Pernah pula dengar cerita orang yang dilahirkan dari ortu yang agamanya diyakini paling benar (semisal agama Islam). Terus kemudian menyangka di luar agamanya tidak benar (tidak diridhoi Tuhan). Kemudian merasa iba kasihan, mengapa mereka dilahirkan oleh orang tua yang tidak seagama dengannya. Terus muncul kecamuk pikirannya, apakah Tuhan telah salah melahirkan mereka? Atau memang begitu kudratnya? Atau bagaimana kebenaran yang sesungguhnya?

Mencermati fenomena miring tersebut, dan agar tidak terjebak pada penyalahan masif terhadap orang lain, orang tua, terlebih pada Tuhan, maka perlu beberapa langkah pemikiran penalaran yang mesti ditempuh.

Pertama, memikir secara radikal tuntas mengapa kita mesti dilahirkan. Mengapa mesti dilahirkan melalui ortu kita sekarang. Yang salah satu jawabnya adalah sebagai sarana ujian dari Tuhan atas kesanggupan memikul amanah. (https://ronijamal.com/breaking-news-kenapa-saya-lahir/)

Kedua, bila telah sadar dari kesombongan berani memikul amanah (padahal langit bumi gunung tidak sanggup memikulnya), maka segala aktifitas hidup dan kehidupannya, diniatkan menjalani menggarap amanah tersebut. Hal demikian karena telah memahami secara pasti tujuan hidupnya. (https://ronijamal.com/tujuan-hidup-sesungguhnya/)

Ketiga, memahami secara pasti bila proses menggarap amanah tersebut adalah melalui pelahiran orang tua. Oleh karenanya tidak berani “menyalahkan” orang tua yang kebetulan beragama A B C … Z. Juga tidak berani menyalahpahami status situasi kondisi pendidikan perekonomian orang tuanya. Sadar bila itu hak mutlak Tuhan dalam memprosesnya. (https://ronijamal.com/andai-ortuku-beragama/)

Keempat, implikasi dari tidak menyalahkan agama warisan didikan orang tua, maka memahami bila beragama adalah berjalan menuju akherat (Tuhan). Maka mesti kenal lebih dulu apa bagaimana akherat itu. Karenanya mesti menjaga mendidik diri tidak rusak di hadapan Tuhan. Tidak rusak lahiriahnya, tidak rusak hatinya, tidak rusak rohnya, juga tidak rusak rasanya. Karenanya berusaha mencari menemukan titik sinkron antara ad-din vs agama. (https://ronijamal.com/sinkronisasi-ad-din-vs-agama/)

Kelima, dalam menggarap dunia berikut profesi yang ditekuni, diniatkan mancat ke akherat. Sebab addunya mazroatul akhiroh, bahwa dunia adalah ladangnya akherat, sarana mancat mulih ke akherat. Sehingga tholabul ilminya mesti menggali menemukan ilmu paling utama yang harus diselami, minal mahdi ilallahdi, sejak ayunan hingga liang lahat. (https://ronijamal.com/ilmu-paling-utama/)

Keenam, dalam menguatkan visi misi dan niat tekad mancat akheratnya, memberdaya akal nalarnya menjadi al Mizan. Menjadi penimbang pengingat pemerhati pengolah pembijak hingga penyimpul pemutus bahwa yang menanggung segala resiko beragamanya di akherat nanti adalah diri sendiri. Bukan orang tua yang mengajarkan agama sejak kecil. Bukan kyai nabi ulama yang dipatuhtawaduki. Tetapi diri sendiri
yang bertanggung jawab secara mutlak di hadapan Tuhan.

Ketujuh, memahami menyadari bila Tuhan memberi modal yang sama pada setiap manusia. Yaitu modal roh (daya kuat), modal otak (akal nalar), modal fisik, dan ratusan modal lainnya. (https://ronijamal.com/mengapa-kita-dipinjami-roh/)

Dengan modal itulah manusia memproses masa depannya. Membelajari nasibnya sendiri. Sebab ayatnya menyatakan Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum bila kaum itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri. (https://ronijamal.com/rekayasa-nasib/)

Jadi simpulnya, kejadian apapun yang menimpa kita, baik yang terproses melalui orang tua ataupun tidak, mesti dipahami sebagai sarana menyadari khotho’ wa nisyannya diri. Tidak perlu menyalahkan sana sini, apalagi mencari kambing hitam. Sekaligus belajar meyakini merasakan secara nyata gelar dzaluman jahula (kejam aniaya lagi bodoh).

___061223–belajar olah nalar olah roh olah rasa dalam nderek Guru (Romo Kyai Tanjung)

About the author

Seorang Dosen Di STT POMOSDA, Guru Matematika SMA POMOSDA (1995 – sekarang), dan Guru "Thinking Skill" SMP POMOSDA yang mempunyai hobi Belajar-Mengajar Berpikir, Mencerahkan Pemikiran

Comments

Leave a Reply

Ket: Komentar anda akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum tampil di blog ini.